Minggu, 28 November 2010

Askep Hiperbilirubinemia

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hiperbilirubin / ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonatus. Ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan.

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%.




Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5

B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan asuhan keperawatan anak tentang hiperbilirubunemia, yaitu :
I. Agar dapat mengerti tentang penyakit hiperbilirubinemia, mengetahui penyebab, ciri-ciri, serta penatalaksanaan baik medis maupun non medis terhadap hiperbilirubenimia pada anak.
II. Untuk dapat membuat asuhan keperawatan pada anak dengan hiperbilirubinemia.











BAB II
PEMBAHASAN

A. TINJAUAN TEORITIS

1. Pengertian
Hiperbilirubinnemi adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Dikatakan meningkat bila kadarnya lebih dari 2 mg/dl. Tetapi pada kadar tersebut gejalanya belumlah kasat mata. Gejala baru tampak bila kadar bilirubin di dalam darah > 5 mg/dl.
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
2. Klasifikasi
• Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
• Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
• Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
• Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin
• Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.


3. Anatomi Fisiologi

HEPAR
Hepar adalah organ terbesar dalam tubuh manusia, terletak di sebelah atas dalam rongga abdomen, disebelah kanan bawah diafragma. Berwarna merah kecoklatan, lunak dan mengandung amat banyak vaskularisasi. Hepar terdiri dari lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang kecil.


Fungsi hepar adalah
1).Metabolisme karbohidrat, protein dan lemak
2). Sintesa kolesterol dan steroid, pembentukan protein plasma (fibrinogen, protrombin dan globulin)
3). Penyimpanan glikogen, lemak, vitamin (A, B12, D dan K) dan zat besi (Ferritin)
4). Detoksikasi menghancurkan hormon – hormon steroid dan berbagai obat-obatan
5). Pembentukan dan penghancuran sel-sel darah merah, pembentukan terjadi hanya pada 6 bulan masa kehidupan awal fetus
6).Sekresi bilirubin (pigmen empedu) dari bilirubin unconjugated menjadi conjugated Kantung atau kelenjar empedu merupakan kantung berbentuk buah pir dengan panjang sekitar 7,5 cm dan dapat menampung ± 50 ml cairan empedu. Cairan empedu adalah cairan kental berwarna kuning keemasan atau kehijauan yang dihasilkan terus menerus dalam jumlah 500 – 1000 ml/hari, merupakan zat esensial dalam pencernaan dan penyerapan lemak, suatu media yang dapat mengekskresikan zat-zat tertentu yang tidak dapat diekskresikan oleh ginjal.
Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap :
1. Produksi. Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan haemoglobin (menjadi globin dan hem) pada sistem retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan oleh bilirubin reduktase diubah menjadi bilirubin. Merupakan bilirubin indirek / tidak terkonjugasi.
2. Transportasi. Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam aliran darah hepatik. Bilirubin diikat oleh protein pada plasma (albumin), selanjutnya secara selektif dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim hepar atau protein intraseluler (ligandin sitoplasma atau protein Y) pada membran dan ditransfer menuju hepatosit.
3. Konjugasi. Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau dikonjugasikan oleh enzim Uridin Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoronil transferase menjadi bilirubin direk atau terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam air.
4. Ekskresi. Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat diekskresikan ke sistem empedu melalui membran kanalikuler. Selanjutnya dari sistem empedu diekskresikan melalui saluran empedu ke sistem pencernaan (usus) dan diaktifkan dan diabsorpsi oleh bakteri / flora normal pada usus menjadi urobilinogen. Ada sebagian kecil bilirubin direk yang tidak diabsorpsi melainkan dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik.
EMPEDU
Kandung Empedu
Berbentuk seperti kantong muscular yang berwarna hijau menyerupai buah pir dengan panjang 10cm terletak di lekukan bawah lobus kanan hati. Kapasitas total kandung empedu 30-60ml.
Beberapa fungsi kandung empedu :
1. Menyimpan cairan empedu yang secara terus menerus disekresikan oleh sel hati, sampai diperlukan oleh duodenum. Cairan mengalir ke dalam kandung empedu dan akan dilepaskan oleh rangsangan CCK.
2. Mengonsentrasi cairan dengan cara mereabsorbsi air dan elektrolit. Kandung empedu mampu menampung hasil 12 jam sekresi empedu.
Cairan empedu
Merupakan cairan kental berwarna kuning keemasan ( kuning kehijauan ) yang dihasilkan secara terus menerus oleh sel hepar ± 500-1000ml sehari. Empedu merupakan zat esensial (zat dassar) yang diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Empedu juga merupakan suatu media yang menyekresi zat tertentu yang tidak dapat diekskresi oleh ginjal.


Unsur-unsur yang terdapat pada cairan empedu adalah sebagai berikut :
1. Garam-garam empedu: disintesis oleh hati dari kolesterol suatu alkohol steroid (cincin karbon) yang banyak dihasilkan oleh hati. Garam empedu berfungsi membantu pencernaan lemak dan mengemulsi lemak dengan kelenjar lipase dari pankreas
2. Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen) direabsorbsi dari usus halus ke dalam vena porta dan dialirkan kembali ke hati untuk digunakan ulang.
3. Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan hemoglobin. Sel hati mengangkut hemoglobin dari plasma dan menyekresikannya ke dalam empedu. Pigmen empedu tidak mempunyai fungsi dalam proses pencernaan.
4. Bakteri dalam usus halus:mengubah bilirubin menjadi urobilin yaitu salah satu zat yang direabsorbsi dari usus, kemudian diubah menjadi sterkobilin (pigman empedu) yang disekresi melalui feses. Zat inilah yang menyebabkan feses berwarna kuning.

Empedu adalah produk hati berbentuk cairan yang mengandung mukus, mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi basa. Komposisi empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, lesitin, lemak, dan garam organik. Pigmen empedu terdiri atas bilirubin (cairan empedu) danbiliverdin (oksidasi bilirubin). Pada saat terjadinya kerusakan butiran-butiran darah merah lalu terurai menjadi globin (protein hemoglobin) dan bilirubin sebagai pigmen yang tidak mempunyai unsur besi lagi.

PEMBENTUKAN BILIRUBIN
Terjadi dalam sistem retikulo endotelial didalam sum-sum tulang, limpa, dan hati. Bilirubin yang telah dibebaskan ke dalam peredaran darah disebut haemobilirubin, sedangkan bilirubin yang terdapat dalam empedu disebut cholebilirudin (bilirubin empedu).
Garam empedu dibentuk dalam hati yang terdiri atas natrium glikholat dan natrium taurokholat (garam sulfur). Garam-garam empedu ini akan menyebabkan kolesterol di dalam empedu yang berada di dalam keadaan cair karena garam-garam empedu tersebut mempunyai sifat hirotropik. Garam empedu meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal dari pankreas yaitu amilase, tripsin, dan lipase. Garam empedu meningkatkan penyerapan baik lemak maupun asam lemak. Empedu dihasilkan oleh hati dan disimpan dalam kandung empedu sebelumdisekresi ke dalam usus.
Pada waktu terjadi pencernaan, otot lingkar kandung empedu dalam keadaan relaksasi, bersamaan dengan itu tekanan dalam kantong empedu akan meningkat dan terjadi kontraksi pada kandung empedu sehingga cairan empedu mengalir dan masuk ke dalam duodenum. Rangsangan terhadap saraf simpatis mengakibatkan terjadinya kontraksi pada kandung empedu.

4.Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor:

a). Produksi yang berlebihan
• Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapatketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
• Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolikyang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
• Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
• Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar BilirubinIndirek meningkat.

b). Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

c). Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

d). Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.

5. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.

6. Manifestasi klinik

Tanda dan gejala dari klien hiperbilirubinemia adalah :
1. Kulit berwarna kuning sampai jingga
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Reflex hisap kurang
5. Urine pekat
6. Pembesaran lien dan hati
7. Feses seperti dempul



Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak (keadaannya disebut kern ikterus).
Kern ikterus adalah suatu keadaan dimana terjadi penimbunan bilirubin di dalam otak, sehingga terjadi kerusakan otak. Biasanya terjadi pada bayi yang sangat prematur atau bayi yang sakit berat.
Gejalanya berupa:
- Rasa mengantuk
- Tidak kuat menghisap
- Muntah
- Mata berputar-putar ke atas
- Kejang
- Bisa diikuti dengan kematian.



7. pemeriksaan diagnostik
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb: Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadangBakteri) Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
• Kadar Bilirubin Serum berkala.
• Darah tepi lengkap.
• Golongan darah ibu dan bayi.
• Test Coombs.
• Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar
bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
Biasanya Ikterus fisiologis.
Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau
golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan
yang perlu dilakukan:
• Pemeriksaan darah tepi.
• Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
• Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
• Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya: Karena ikterus obstruktif.HipotiroidismeBreast milk Jaundice.Infeksi.Hepatitis Neonatal.Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
• Pemeriksaan Bilirubin berkala.
• Pemeriksaan darah tepi.
• Skrining Enzim G6PD.
• Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

8. Komplikasi

1) Bilirubin encephalopathy ( komplikasi yang serius )
2) Kern ikterus
3) Kerusakan neurologis
4) Cerebral palsy
5) Retardasi mental
6) Gangguan pendengaran dan penglihatan
7) Kematian

9. Penatalaksanaan
1. Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis. Tindakan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar.
2. Pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (170 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total  15 mg/dl (260 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total  20 mg/dl (>340 mol/L) dilakukan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (> 260 mol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.
3. Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (260 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total  18 mg/dl (310 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mol/L) fototerapi dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.
4. Pada usia > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 17 mg/dl (290 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mol/L) dilakukan fototerapi sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.
Penanganan
Umum :
1. Memeriksakan golongan darah ibu pada waktu hamil
2. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulakan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
3. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
4. Imunisasi


Khusus:
- Foto terapi:
 Dilakukan pada penderita dengan kadar bilirubin indirek > 10mg/dL dan pada bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran.
 Mekanisme : menimbulkan dekomposisi bilirubin, kadar bilirubin dipecah sehingga mudah larut dalam air dan tidak toksik, yang dikeluarkan melalui urine (urobilinogen) dan feses (sterkobilin).
 Terdiri dari 8-10 buah lampu yang tersusun pararel 160-200 watt, menggunakan cahaya Fluorescent (biru atau putih), lama penyinaran tidak lebih dari 100 jam.
 Jarak bayi dan lampu antara 40–50cm, posisi berbaring tanpa pakaian, daerah mata dan alat kelamin ditutup dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya (contoh : karbon), dan posisi bayi diubah setiap 1-6 jam.
 Dapat dilakukan pada sebelum atau sesudah transfusi tukar.
- Terapi obat
- Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
( Phenobarbital (luminal) → 1-2 mg / kg 1 x – 2-3x / hr (3 hari))
- Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
- Mesoporpirin timah menghambat heme oksigenase, dan dengan demikian, menghambat produksi bilirubin. Sampai sekarang, lebih dari 500 bayi-baru-lahir telah mendapatkan mesoporphyrin timah dalam trial-trial kontrol, tetapi obat ini masih menunggu persetujuan FDA USA.
- Antibiotik : diberikan bila terkait dengan adanya infeksi

- Transfusi Tukar
 Tujuan : menurunkan kadar bilirubun dan mengganti darah yang terhemolisis.
 Indikasi : pada keadaan kadar bilirubin indirek ³ 20 mg/dL atau bila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi, kenaikan biirubin yang cepat yaitu 0,3 -1 mgz/jam, anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung, atau bayi dengan kadar Hb tali pusat 14 mgz dan uji coombs direk positif.
- Menyusui bayi dengan ASI
- Terapi sinar matahari



B. ASUHAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian
Wawancara
a. Identitas
• Identitas klien: Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, diagnosa medis, tanggal pengkajian
• Identitas penanggung jawab
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan
b. Riwayat kesehatan
Keluhan utama: Ortu klien mengatakan anaknya tampak kuning (jaundice)
c. Riwayat kesehatan sekarang
Dijabarkan dengan PQRST (intensitas jaundice, waktu timbulnya jaundice, dampaknya : tidak mau menetek, hemotoma, feses berwarna gelap, muntah,demam,kejang.
d. Riwayat kesehatan yang lalu
• Pre Natal
Kaji faktor resiko hiperbilirunemia seperti obat-obat yang dicerna oleh ibunya selama hamil (seperti salisilat, sulfonamid), riwayat inkompatibilitas ABO/Rh, penyakit infeksi seperti rubela atau toxoplasmosis.
• Intra Natal
Persalinan preterm, kelahiran dengan vakum ekstraksi, induksi oksitosin, pengkleman tali pusat yang lambat, trauma kelahiran, BB waktu lahir, usia kehamilan.
• Post Natal
Riwayat asfiksia, infeksi neonatus, obat-obatan, pemberian makan, defekasi mekonium.

e. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji golongan darah ibu dan ayah dan riwayat inkompatibilitas ABO/Rh, riwayat keluarga dengan hiperbilirubinemia pada kelahiran sebelumnya, dan riwayat keluarga yang menderita anemia atau pembesaran hati dan limpa.
Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum lemah
b) TTV tidak stabil terutama suhu ( hipertermi )
c) Reflex hisap pada bayi menurun
d) BB menurun
e) Pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor)
f) Kulit tampak kuning dan mengelupas (rash skin)
g) Sclera mata kuning (kadang terjadi kerusakan pada retina)
h) Perubahan warna urine dan feses
i) Muntah

2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat di angkat dari bayi yang mengalami hiperbilirubinemia, yaitu:
• kekurangan volume cairan b/d intake cairan yang tidak adekuat, mual
• Gangguan suhu tubuh ( hipertermi ) berhubungan dengan terpaparnya tubuh dengan lingkungan yang panas (efek fototerapi)
• Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice dan radiasi
• Resiko injury berhubungan dengan foto terapi atau peningkatan kadar bilirubin

3) Intervensi keperawatan

 Diagnosa 1 : kekurangan volume cairan b/d intake cairan yang tidak adekuat, mual.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3 hari di harapkan status hidrasi adekuat dan asupan cairan adekuat.
Intervensi :
a) Kaji dan pantau intake dan output bayi
R/ mengidentifikasi status cairan dalam tubuh
b) pantau turgor kulit
R/ mengidentifikasi tanda- tanda dehidrasi
c) Anjurkan ibu memberi ASI pada bayi atau susu formula
R/: meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
d) Hitung balance cairan
R/ mengetahui intake dan output cairan
e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
R/ membantu proses penyembuhan penyakit


 Diagnosa 2 : Gangguan suhu tubuh ( hipertermi ) berhubungan dengan terpaparnya tubuh dengan lingkungan yang panas (efek fototerapi)

Tujuan : setelah diberikan perawatn selama 3 hari diharapkan suhu tubuh bayi kembali normal dengan criteria hasil suhu berkisar antara 36,50C - 370C dan membran mukosa lembab
Intervensi :
a) Observasi TTV secara khusus adalah suhu
R/ suhu terpantau secara rutin
b) Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu
R/ mengurangi pajanan sinar mencegah suhu tubuh semakin meningkat
c) Memberikan kompres hangat bila timbul demam
R/ mencegah suhu tubuh semakin meningkat
d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
R/ memberikan terapi lebih dini atau mencari penyebab lain yang dapat menimbulkan hipertermi

 Diagnosa 3 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice dan radiasi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan integritas kulit kembali normal/membaik
Intervensi :
1) Kaji warna kulit tiap 8 jam
R/ untuk mengetahui adanya perubahan warna kulit
2) Ubah posisi tiap 2 jam
Mencegah penekanan kulit dalam waktu lama
3) Massase daerah yang menonjol
R/ melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekan di daerah tersebut
4) Jaga kebersihan bayi dan berikan baby oil dan lotion pelembab
R/ mencegah lecet
5) Anjurkan pada keluarga agar pasien dikenakan pakaian yang longgar
R/ agar tidak menimbulkan rash pada kulit
6) Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin sudah mencapai 7,5mg% maka tindakan fototerapi dihentikan
R/ untuk mencegah pemajanan sinar terlalu lama.

 Diagnosa 4 : Resiko injury berhubungan dengan foto terapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi injury akibat fototerapi ( misal ; konjungtivitis, kerusakan jaringan kornea )
Intervensi :
a. Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya
R/ mencegah iritasi yang berlebihan).
b. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir
R/mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif
c. Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam
R/ pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata
d. Buka penutup mata setiap akan disusukan.
R/ memberi kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan ibu
e. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan
R/memberi rasa aman pada bayi


Discharge Planing.
Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah.
Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley &Wong, 1994):
1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu.
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
a. Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.
b. Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah sekitar kulit yang rusak.
c. Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan kelembaban kulit.
d. Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.
e. Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat mengakibatkan lecet karena gesekan
f. Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti penekanan yang lama, garukan .
g. Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena bab dan bak.
h. Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor kulit,














BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan dapat di tarik kesimpulan bahwa :
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Dikatakan meningkat bila kadarnya lebih dari 2 mg/dl. Tetapi pada kadar tersebut gejalanya belumlah kasat mata. Gejala baru tampak bila kadar bilirubin di dalam darah > 5 mg/dl.
Hiperbilirubinemia ini disebabkan karena
• Produksi yang berlebihan
• Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
• Gangguan pada transportasi
• Gangguan pada sekresi
Tanda dan gejala yang dapat kita lihat pada anak dengan hiperbilirubinemia, yaitu:
Kulit berwarna kuning sampai jingga,Pasien tampak lemah, Nafsu makan berkurang, Reflex hisap kurang, Urine pekat, Perut buncit, Pembesaran lien dan hati dan Feses seperti dempul.
Dalam penatalaksanaan pasien dengan hiperbilirubinemia, yang paling sering digunakan adalah foto terapi, disamping pemberian obat – obatan dan perawatan yang dilakukan oleh perawat dan ortu si anak.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah pada ibu – ibu yang sedang mengandung agar selalu menjaga janin yang ada dalam kandungannya, segera membawa anaknya ke RS jika terlihat tanda dan gejala yang tidak seperti biasanya.




Daftar pustaka

http://nsnining.blogspot.com//bayihiperbilirubinemia.html
www. hiperbilin.htm
http://www.mantri-suster.co.cc/2010/01/jaundice.html

Suriadi; Rita Yuliani,(2001)Asuhan keperawatn pada Anak;CV.Sagung Seto:Jakarta
Wong, Donna L.(2003).Pedoman Klinis Keperawatn Pediatri;Alih bahasa,Monica Ester;Edisi.4.EGC:Jakarta
Hiperbilirubin\bayi-hiperbilirubinemia.html(2008)

1 komentar:

  1. Wynn Resorts files plans for $2.4B casino in Las Vegas
    › news › las-vegas- 목포 출장마사지 › news › las-vegas- Apr 2, 2021 — 남원 출장안마 Apr 2, 2021 경상남도 출장안마 Wynn Resorts, 보령 출장샵 Limited owns and operates Wynn Las Vegas 계룡 출장안마 and Encore. It operates luxury hotel, casino, luxury resort,

    BalasHapus