Selasa, 08 Februari 2011

Askep DHF ( KD 2)

BAB I
PENDAHULUAN
1.Tujuan Penulisan
1. Tujuan Khusus
a. Mendapat gambaran dalam melakukan pengkajian keperawatan dengan gangguan system hematologi Dengue Hemorragik Fever (DHF).
b. Mendapat gambaran dalam membuat analisa data dengan gangguan sistem hematologi Dengue Hemorragik Fever (DHF).
2.Manfaat Penulisan
Dalam penulisaan karya tulis ilmiah diharapkan agar dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi Instansi Rumah Sakit
Merupakan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya bagi perawatan yang ada di rumah sakit dalam upaya untuk meningkatkan suatu pelayanan keperawatan khususnya pada pasien dengan gangguan sistem hematologi Dengue Hemorragik Fever (DHF).
2. Institusi / Pendidikan
Merupakan masukan sebagai salah satu sumber informasi / bacaan serta acuan dibagian akademik tentang pengetahuan asuhan keperawatan pada pasien dengan Dengue Hemorragik Fever ( DHF ).
3. Masyarakat
Menambah pengetahuan bagi masyarakat untuk mengatasi masalah yang dihadapi sehubungan dengan penyakit yang dialami.
4. Mahasiswa yang terkait
Dapat membantu para mahasiswa untuk lebih memahami pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem hematologi.








BAB II
TINJAUN TEORITIS

A.Konsep Dasar Medik
1.Pengertian
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.
Dengue Haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit yang banyak menyerang anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot, dan sendi yang biasanya membusuk setelah dua hari pertama.
2.Etiologi
Dengue Hemorragic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue ( DBD) disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes.
Nyamuk Aedes terdiri dari 5 jenis yaitu : Aedes Aegypti, Aedes Albopictus, Aedes Polynesiensis, Aedes Seutellaris, dan Aedes Pseudoscutellaris.
Di Indonesia yang paling banyak sebagai vektor virus dengue adalah Aedes Aegypti, Aedes Albopictus.
a.Aedes Aegypti
merupakan spesies nyamuk suka beristirahat di tempat yang gelap lembab dan tersembunyi di dalam rumah, kamar mandi dan lain-lain, nyamuk ini mempunyai kebiasaan mencari makan ( mengisap manusia untuk dihisap darahnya) sepanjanh hari terutama antara jam 08.00 – 13.00 dan antara jam 15.00 – 17.00, jarak terbang spontan nyamuk betina jenis ini terbatas sekitar 30 – 50 meter per hari. Jarak terbang jauh biasanya terjadi pasif melalui semua jenis kendaraan termasuk kereta api, kapal laut dan pesawat udara dan cara pasi inilah DHF menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia bahkan menyebar dari suatu negara ke negara lain. Telur Aedes Aegypti mampu bertahan hidup dalam keadaan kering selama beberapa bulan.
b.Aedes Albopictus
Merupakan nyamuk kebun yang memperoleh makanan dengan cara mengigit dan menghisap darah dari berbagai jenis binatang, berkembangbiakan di dalam lubang – lubang pohon, lekukan tanaman, potongan batang bambu dan buah kelapa yang terbuka. Larva atau bentuk imatur nyamuk jenis ini mempunyai habitat hidup dalam genagan air dalam kaleng, tempat penampungan lain termasuk timbunan sampah di udara terbuka. Habitat larva yang semacam itu menyebabkan spesies ini banyak di jumpai di daerah pedesaan, pinggiran kota dan taman – taman kota. Daya terbang nyamuk dewasa betina jenis ini berkisar antara 400 – 600 meter, namun di sisi lain kebiasaan nyamuk jenis ini di dalam mencari makanan memungkinkan spesias ini mentransmisikan Virus Dengue dari kera ke manusia dan sebaliknya. Telur Aedes Albopictus resisten terhadap penagawetan melalui proses pengeringan dalam waktu beberapa bulan.
Di Indonesia, virus dengue tersebut sampai saat ini telah diisolasikan menjadi 4 serotipe virus debgue yang termasuk dalam grup β dari arthropediborne viruses ( arboviruses) yaitu DEN – 1, DEN -2, DEN -3 dan DEN -4. Dan ternyata DEN – 2 dan DEN -3 merupakan serotipe yang menjadi penyebab tebanyak. Di Thailand, dilaporkan bahwa serotipe DEN -2 adalah dominan, sementara di Indonesia terutama dominan adalah DEN -3, terapi akhir ini adalah kecenderungan dominan DEN -2. Masa inkubasi penyakit DHF ini berlangsung 2 – 15 hari.
4. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegyti / Albopictus, akan mengakibatkan terjadinya viremia melalui refleksi virus, adapun hal lain yang dapat terjadi di mana seorang mengalami infeksi virus dengue berulang. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anomnestik antibody ( kompleks virus antibody) yang tinggi yang akan mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a, dari pelepasan ini maka terjadi pelepasan toksik melalui aliran darah sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah, pelepasan toksik ini pula menimbulakan peningkatan set- point termostat hipotalamus yang merangsang zat pirogen untuk dilepaskan dari degenerasi jaringan tubuh sehingga timbul demam.
Terjadinya dilatasi pembuluh darah, mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler dinding pembuluh darah, yang selanjutnya dapat menimbulkan dua hal yaitu volume plasma menurun dan Ht meningkat dan terjadi kebocoran plasma ke ruang interstitial, akibat menurunnya volume plasma dan peningkatan Ht maka terjadilah trombositopemia. Trombositopemia terjadi akibat penurunan produksi trombosit oleh sum tulang ( menigkatnya megakarosit dan sum-sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit ), peningkatan pemakaian destruksi trombosit di perifer dan agresi trombosit akibat endotel yang rusak. Akibat dari semuanya itu terjadilah penurunan pembekuan darah sehingga terjadi perdarahan pada bagian CIS dan CES dan mengakibatkan transport asam basah menurun. Terjadinya kebocoran plasma ke ruang interstitial ternyata menimbulkan terjadinya penurunan tekanan pengisian sirkulasi darah yang mengakibatkan penurunan balik vena dan curah jantung menurun sehingga terjadilah syok hivolemik dan apabila terjadi secara terus menerus akan menyebabkan kematian. Selain penurunan tekanan pengisian sirkulasi darah, hal ini dapat pula terjadi, di mana terjadinya perembesan plasma pada daerah GI.
Pada daerah GI dapat terjadi hepatomegali dikarenakan adanya peningkatan cairan plasma dalam hepar melalui sistem vena porta, dan dapat pula terjadi penurunan produksi ATP karena terjadinya peningkatan asam lambung yang mengakibatkan sekresi lambung bersifat sangat asam, sehingga terjadi rangsangan mual- muntah yang menimbulkan suplai nutrisi menurun dan proses metabolisme menurun. Hal ini dapat pula terjadi pada daerah lambung asidosis metabolik karena hilangnya bikarbonat melalui adanya muntah yang sangat berlebihan dan terjadinya secara terus menerus.
5. Manifestasi Klinik
Seperti pada infeksi virus lain, infeksi virus dengue juga merupakan suatu “self limiting infecticus diseases” yang berakhir sekitar 2 – 7 hari.
a. Demam yang berlangsung 2 – 7 hari.
b. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, peteqie, ekhimosis, hematoma.
c. Mual, muntah, penurunan nafsu makan, diare, konstipasi.
d. Nyeri otot, sendi, abdomen, uluh hati.
e. Sakit kepala
f. Pembengkakan sekitar mata
g. Pembesaran hati, limfa, dan kelenjar getah bening.
h. Tanda – tanda rejatan ( sianosis, kulit lembab,tekanan darah menurun, gelisah, capillary refilly lebih dari 2 detik, nadi cepat dan lemah).
Sedangkan kriteria klinis DHF menurut WHO tahun 1997 adalah :
a. Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2 – 7 hari.
b. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak – tidaknya uji bendung positif dan bentuk lain ( peteqie, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi), hematemesis atau melena.
c. Pembesaran hati.
d. Syok yang ditandai nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun ( menjadi 20 mmHg atau kurang ), tekanan darah menurun ( tekanan sistole menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari, dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbulnya sianosis di sekitar mulut.
Gambaran klinis dari DHF ini sangat bervariasi, mulai dari ringan (DF) sampai berat ( DHF).Tetapi untuk memudahkan batasannya dapat dibagi dalam 4 tingkatan derajat keganasan / beratnya penyakit.
a) Derajat I
Ditandai dengan :
- Demam
- Mual muntah
- Anoreksia
- Sakit kepala terus menerus
- Nyeri bagian epigastrium
- Nyeri di perputaran bola mata
- RL / torniqet tes positif, tes ini adalah untuk mengetahui apakah sudah terjadi kebocoran.
b) Derajat II
Tanda- tanda seperti derajat I ditambah dengan perdarahan spontan kulit (peteqie, echimosis, dan purpura ) dan perdarahan lain seperti epiktasis, hematemesis dan melema.

c) Derajat III
Pasien dalam pre-syok sitandai dengan adanya kegagalan sirkulasi darah, hipotensi, pucat, kulit dingin, gelisah dan denyut nadi lambat.
d) Derajat IV
Disebut juga DSS ( Dengue Shock Syndrom ). Pada tingkatan ini pasien sudah dalam keadaan syok, tekanan darah tidak terdengar dan nadi tiak teraba.
6. Tes Diagnostik
Walupun tanda dan gejala telah muncul dan penderita DHF, tetapi masih perlu dilakukan pemeriksaan penunjang guna memperoleh diagnosa yang akurat yaitu :
a. Uji torniquet
Dikatakan positif bila ada butir – butir merah ( peteqie) lebih kurang 20 pada diameter 2,5 inci.
b. Hasil laboratorium terdiri dari :
1. Hematokrit ( Ht) meningkat lebih dari 20 %
Normalnya : laki- laki : 40 – 54 %
Perempuan : 36 – 46 %
2. Trombosit (PLT) menurun ≤ 100.000 / mm3
Normalnya : laki-laki : 200.000 – 500.000 / mm3
3. Leukosit menurun pada hari kedua dan ketiga
Normalnya : 4500 – 10.000 / UI
4. Hemoglobin ( Hb ) menurun jika terjadi pendarahan yang hebat
Normalnya : Laki- laki : 13,5 – 18 g /dL
Perempuan : 12- 16 g / dL
c. Pemeriksaan CT Scan :
1) Hepar ; Menunjukan adanya pembesaran lobus hepar (Hepatomegali).
2) Limfa ; Menunjukan adanya pembesaran limfa (Splenomegali).

7. Penatalaksanaan Medik
Untuk penderita yang tersangka DF/DHF sebaiknya di rawat dikamar yang bebas nyamuk (Berkelambu) untuk mencegah penyebarannya.Perawatan diberikan sesuai dengan masalah yang ada pada penderita sesuai dengan beratnya penyakit.
a.Derajat 1
Terdapat gangguan kebutuhan nutrisi dan elektrolit karena adanya muntah,anorexia.
Gangguan rasa nyaman karena demam,nyeri epigastrium dan perputaran bola mata.
Perawatan:
- Istirahat baring
- Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan di anjurkan minum air yang banyak 1.5-2 liter/hari (susu,teh manis,syrup dan sebagainya).
- Diberi kompres dingin
- Memantau keadaan umum,suhu,tensi,nadi,dan pendarahan.
- Di periksa Hb,Ht dan trombosit.
- Di berikan obat antipiretik dan antibiotik bila dikuatirkan akan terjadi infeksi sekunder.

b. Derajat 2
Peningkatan kerja jantung karena adanya epitaksis,meleena dan hematemesis.
Perawatan:
- Bila terjadi epitaksis,darah dibersihkan dan pasang tampon sementara.
- Bila penderita sadar,boleh diberi makan dalam bentuk lemak tetapi bila terjadi hematemesis harus di puaskan dulu,mengatur posisi kepala dimiringkan agar tidak terjadi aspirasi.
- Bila perut kembung atau besar di pasang maag slang.
- Sedapat mungkin membatasi terjadi perdarahan,jangan sering ditusuk.
- Pengobatan diberikan sesuai dengan instruksi dokter,perhatikan teknik-teknik pemasangan infus,jangan menambah perdarahan.
- Tetap observasi keadaan umum,suhu,nadi,tensi dan perdarahannya.
- Semua kejadian dicatat dalam catatan perawat.
- Bila keadaan memburuk segara lapor kedokter.
c.Derajat III-IV
Terdapat gangguan kebutuhan O2 karena kerja jantung menurun, penderita preshock / shock.
Perawatan :
- Mengatur posisi tidur penderita, tidurkan posisi terlentang dengan posisi kepala ekstensi.
- Membuka jalan nafas dengan cara pakaian yang ketat di longgarkan bila ada lendir di bersihkan dari hidung dan mulut.
- Di pasang oksigen
- Di awasi terus-menerus dan jangan ditinggalkan pergi
- Kalau perdarahan banyak ( Hb turun) mungkin di beriakn transfusi atas izin dokter.
- Semua kejadian di catat dalam catatan perawat dan kalau perlu dilaporkan pada dokter.
- Bila penderita tidak sadar diatur tidur selang – seling, perhatikan kebersihan kulit, juga pakaian tetap bersih.
8.Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat disebabkan oleh jenis penyakit Dengue Haemorrahagic Fever ( DHF) atau demam berdarah dengue ( DBD) yaitu :
a. Anoxia jaringan
Anoxia jaringan dapat terjadi karena adanya peningkatan permiabilitas kapiler pembuluh darah, maka volume plasma menurun, Ht meningkat sehingga terjadi terombositopemia yang mengakibatkan perdarahan, dan saat terjadi perdarahan secara langsunh Hb menurun sehingga darah tidak mampu mengikat O2 sehingga anoxia jaringan.
b. Hepatomegali
Hepatomegali dapat disebabkan karena terjadinya kebocoran plasma ke rongga GI yang mengakibatkan plasma merembes ke hepar melalui sistem vena vorta sehingga terjadi peningkatan cairan plasma dalam hepar.
c. Efusi pleura
Efusi pleura dapat terjadi disebabkan karena adanya bendungan cairan plasma di rongga pleura saat terjadinya kebocoran cairan plasma ke ruang interstitial yang merembes ke rongga pleura dan dapat juga terjadi disebabkan karena pemberian terapi cairan yang berlebihan.
d. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik terjadi karena hilangnya bikarbonat saat terjadinya muntah yang berlebihan terus menerus.
e. Syok hivolemik
Karena terjadinya kebocoran plasma keruang intravaskuler mengakibatkan penurunan tekanan, pengisian sirkulasi darah penurunan aliran balik vena dan curah jantung menurun, maka terjadi syok hivolemik.

B.Konsep Dasar Keperawatan
1.Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
DS : lingkungan tempat tinggal kurang baik, tidur tidak memakai kelambu, dan pemeliharaan kebersihan diri kurang baik.
DO: -
b. pola nutrisi metabolik :
DS :Penurunan nafsu makan, kesulitan menelan, mual dan muntah, dyspepsia, anorexia.
DO: membran mukosa bibir kering, penurunan BB, pucat, turgor kulit kering, nyeri uluh hati, perdarahan pada gusi.
c.Pola eliminasi
DS : -
DO : distensi abdomen, hiperperistaltik usus, perubahan uerine dan feses.
d.Pola aktivitas dan latihan
DS : kelelahan, keletihan, malaise umum, penurunan semangat untuk bekerja, sakit kepala, pegal seluruh tubuh dan demam.
DO: Lesu, kurang tertarik pada keadaan sekitarnya, kelemahan otot, penurunan kekuatan, keletihan, nyeri otot / persendian / punggung, epitaksis, ekimosis, dan keringat dingin.
e.pola persepsi dan konsep diri:
DS : Mudah marah , khawatir kehilangan waktu kerja / sekolah, frustasi dengan penyakit.
DO: ansietas, gelisah, mudah marah, focus pada diri sendiri, tergantung pada hubungan dengan siapa yang dapat memberi rasa aman dan perlindungan. f.Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap steress :
DS : Nyeri abdomen , sakit kepala, nyeri tulang / sendi, gelisah.
DO :perilaku sehari- hari, gelisah, focus pada diri sendiri.

2.Diagnosa Keperawatan
Adanya diagnosa keperawatan yang dapat diangkat dari penyakit Dengue Haemorrhagic Fever ( DHF) atau demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu :
1. Hypertermi b /d proses infeksi virus dengue
2. Kekurangan volume cairan b/ d adanya perpindahan cairan intravaskuler dan ekstravaskuler.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/ d perdarahan.
4. Resiko terjadinya perdarahan b/d trombositopenia
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/ d mual, muntah, anoreksia, intake yang tidak adekuat.
6. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.
7. Defisit pengetahuan b/ d kurangnya informasi.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Hypertermi b/ d proses infeksi virus dengue
Hasil yang diharapkan :
- Suhu tubuh kembali normal ( 360 C – 37,5 0 C)
- Pasien bebas dari demam
Intervensi :
1. Kaji tingkat hypertermi ( suhu)
R / Untuk mengidentifiikasi seberapa besar derajat demam pasien.
2. Observasi TTV = suhu, tekanan darah, pernapasan, nadi.
R/ : untuk mengetahui keadaan umum pasien.
3. Berikan penjelasan mengenai penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh.
R/ : penjelasan mengenai penyebab demam dapat membantu pasien, keluarga mengurangi kecemasan yang timbul.
4. Berikan penjelasan kepada pasien / keluarga tentang hal- hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam dan menganjurkan kepada pasien / keluarga untuk bersikap kooperatif.
R / : keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan pasien.
5. Jelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan.
R / : penjelasan yang diberikan pada pasien / keluarga akan memotivasi pasien kooperatif.
6. Anjurkan kepada pasien untuk banyak minum, paling tidak 2-3 liter tiap jam dan jelaskan mamfaatnya.
R / : peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh sehingga diimbangi dengan asupan cairan yang cukup.
7. Berikan kompres hangat bila perlu.
R / :Kompres hangat menyebabkan vasoldilatasi sehingga terjadi perpindahan panas secara evaforasi.
8. Anjurkan pasien untuk tidak memakai pakaian yang tebal.
R/ Pakaian yang tebal menyebabkan kurang penguapan.
9. Catat intake dan output pasien.
R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
10) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV obat antibiotic dan obat antipiretik sesuai dengan program dokter.
R/ Cairan intravena dapat menyeimbangkan pengeluaran yang adekuat. Obat antipiretik bekerja sebagai pengatur kembali pusat pengatur panas terutama bagian hipotalamus posterior sebagai penyimpan panas, sedangkan obat antibiotik berfungsi untuk mengatasi infeksi yang terjadi dalam tubuh.
b. Kekurangan volume cairan b/d adanya perpindahan cairan intraskuler ke ekstrakuler.
Hasil yang diharapkan :
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan keseimbangan masukkan dan pengeluaran yang dibuktikan oleh haluaran urine individu tepat dengan berat jenis mendekati normal, tanda- tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
Intervensi ;
1. ) Kaji tingkat dehidrasi ( keadaan umum ,muka ,mulut , turgor kulit ).
R/ Untuk mengetahui tingkat dehidrasi yang dialami pasien ( ringan ,sedang , berat ).
2. ) Observasi dan catat keadaan umum pasien dan tanda – tanda vital.
R/ Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui tindakan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
3. ) Monitor tanda – tanda dehidrasi,syok
R/ Agar dapat segera dilakukkan tindakan untuk menagani yang dialami pasien.
4. ) Monitor dan catat masukan dan pengeluaran cairan.
R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan sebagai indikasi untuk intervensi selanjutnya.
5. ) Kaji perubahan pengeluaran urine ( urine output 2 ml/jam 600 ml/hari ).
R/ Untuk mengetahui keseimbagan cairan.
6. ) Beri minum sedikit – sedikit tetapi sering sesuai dengan kebutuhan pasien.
R/ Dengan minum sedikit – sedikit tapi sering sesuai dengan kebutuhan pasien.
7. Anjurkan pasien untuk banyak minum
8. R/ ) Kolaborasi dengan dokter dalam penberian cairan intravena.
R/ Pemberian cairan intravena sangat efektif untuk membantu memenuhi kebutuhan cairan atau mengganti cairan yang hilang.

c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d perdarahan.

Hasil yang diharapkan :
Perfusi jaringan perifer kembali adekuat dengan kriteria : kualitas dan frekwensi denyut nadi tidak melemah , tekanan darah normal ( 120/80 mmHg ).
Intervensi :
1. Kaji dan catat tanda – tanda vital ( kualitas dan frekwensi denyut nadi,tekanan darah ).
R/ Dengan mengetahui TTV, dapat menjadi acuan untuk mengetahui fungsi organ vital tubuh.
2. Kaji dan catat sirkulasi pada ekstermitas ( suhu, kelembaban dan warna )
R/ Dengan mengetahui berapa suhu, tingkat kelembaban dan warnnya dapat diketahui apakah ada perubahan perfusi jaringan yang tampak pada ekstermitas.
3. Menilai kemungkinan terjadinya kematian jaringan pada ekstermitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
R/ Kematian jaringan merupakan dampak dari perubahan perfusi jaringan yang tidak adekuat.
4.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anorexia,mual/muntah, intake yang tidak adekuat.
Hasil yang diharapkan :
Kebutuhan nutrisi kembali terpenuhi, menunjukkan peningkatan BB/BB stabil.
Intervensi :
1. Kaji keluhan mual/muntah, yang dialami pasien.
R/ Dapat mengidentifikasi intervensi yang diperlukan oleh pasien.
2. Anjurkan kepada pasien untuk makan sedikit – sedikit tapi sering.
R/ Dengan porsi yang kecil dapat mengurangi mual dan muntah.
3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur dan hidangan yang masih hangat.
R/ Membantu mengurangi mual dan muntah.
4. Jelaskan manfaat nutrisi bagi pasien terutama saat sakit.
R/ Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehingga memotivasi untuk makan meningkat.
5. Catat jumlah / porsi makan yang pasien habiskan saat sakit.
R/ Untuk mengetahui intake yang masuk kedalam tubuh pasien.
6. Timbang BB tiap 2- 3 hari.
R/ Dengan menimbang BB tiap hari dpat diketahui apakah ada perubahan dalam pemenuhan nutrisi pasien.
7. Beri therapy antiemetik sesui program dokter.
R/ Antimetik berfungsi untuk mengurangu rasa mual dan muntah sehingga diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
8. Berikan nutrisi parenteral sesui ketentuan dokter/ ahli gizi.
R/ Nutrisi parenteral dapat membantu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

e. Resiko terjadinya perdarahan b/d trombositopenia.
Hasil yang diharapkan :
Mencegah terjadinya perdarahan , peningkatan trombosit.
Intervensi :
1) Monitor tanda penurunan jumlah trombosit, Hb, Ht, yang disertai tanda – tanda klinis.
R/ Penurunan trombosit ,Hb, Ht, merupakan tanda – tanda kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda – tanda klinis berupa pendarahan nyata ( epitaksis, petechie, melena ).
2) Monitor jumlah trombosit setiap hari
R/ Dengan jumlah trombosit yang dipantau setiap hari, diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami oleh pasien.
3) Berikan penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada pasien.
R/ Agar pasien dapat mengetahui hal – hal yang mungkin terjadi pada pasein dan dapat membantu mengantisipasi terjadinya perdarahan karena trombositopenia.
4) Berikan pejelasan kepada pasien /keluarga untuk segera malaporkan adanya tanda – tanda perdarahan lebih lanjut seperti epitaksis, melena dan lain -lain.
R/ Keterlibatan pasien/keluarga sangat membantu pasien untuk mendapatkan penanggulangan sedini mungkin.
5) Anjurkan pasien untuk banyak beristirahat.
R/ Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam memberi obat dan transfusi apabila terjadi perdarahan.
R/ Pemberian obat anti koagulasi menbatu dalam proses pembekuan darah dan transfusi untuk mengatasi perdarahan hebat yang terjadi.

f. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan fisik.
Hasil yang diharapkan :
Kebutuhan aktifitas sehari – hari terpenuhi, mampu mandiri.
Intervensi :
1) Kaji keluhan pasien
R/ Untuk mengetahui masalah – masalah yang dialami oleh pasien.
2) Kaji hal – hal yng tidak mampu dilakukan oleh pasien sehubungan dengan kelemahan fisik.
R/ Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan aktifitasnya sehari – hari sesuai dengan tingkat keterbatasan pasien, seperi mandi, makan, dan eliminasi.
R/ Agar pemenuhan kebutuhan pasien tercapai tanpa membuat pasien mengalami ketergantungan pada perawat.
4) Bantu pasien mandiri sesuai dengan perkembangan kemajuan fisiknya.
R/ Dengan melatih kemandirian pasien maka pasien tidak mengalami ketergantungan pada perawat.
5) Beri penjelasan tentang hal – hal yang dapat membantu dan meningkatkan kebutuhan fisik pasien.
R/ Pasien akan mampu termotivasi untuk kooperatif selama perawatan terutama terhadap tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan fisiknya, seperi pasien dapat mengambil posisi makannya.
6) Letakkan barang – barang di tempat yang mudah yang di jangkau oleh pasien.
R/ Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa orang lain.

g . Defisit pengetahuan b/d kurangnya sumber informasi
Hasil yang diharapkan :
Menyatakan pemahaman proses penyakit, rencana pengobatan, melakukan tindakan yang perlu atau perubahan pola hidup.
Intervensi :
1) Beri informasi tentang penyakit pasien
R/ Memberi dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat dan dapat meningkatkan kerja sama dalam program perawatan.
2) Berikan kesempatan pada pasien/keluarga untuk menanyakan hal- hal yang diketahui berhubungan dengan penyakitnya.
R/ Dapat menurunkan ansietas dan dapat meningkatakn kerjasama dalam proses perawatan dan pengobatan.
3) Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatny bagi pasien dan keluarga.
R/ Agar pasien mengerti dan dapat bersikap kolaboratif dalam proses parawatan.
4) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, dan obat – obatan pada pasien/keluarga dengan bahasa dan kata – kata yang mudah di mengerti.
R/ Dengan bahasa dan kata – kata yang sederhana , mudah dimengeri pengetahuannya.
5) Kaji pengetahuan pasien tentang faktor – faktor pencetus penyakit.
R/ Dapat mengetahui sejauh mana pemahaman pasien tentang penyakit yang dialami pasien.
6) Gunakan leaflet atau gambar – gambar dalam memberian penjelasan.
R/ Gambar – gambar atau media cetak seperti leaflet dapat membantu meningkatkan penjelasan yang telah diberikan karena dapat dilihat atau dibaca berulang kali.











BAB III
PENUTUP
1.KESIMPULAN
1. Dengue Hemorragik Fever ( DHF ) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk aegypti yang banyak menyerang anak dan dewasa dengan gejala : demam, nyeri otot, dan adanya peteqie.
2. Setelah melakukan pengkajian penulis menemukan masalah keperawatan yang biasa muncul pada pasien DHF yaitu :
a. Hypertermi b/d proses infeksi virus.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anorexia, mual, muntah.
c. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit b/d perpindahan cairan dari intra vaskuler ke ekstravaskuler.
d. Resiko terjadinya perdarahan b/d trombositopenia.
e. Keterbatasan merawat diri b/d kelemahan fisik.
f. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit b/d kurangnya sumber informasi.
2.SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyampaikan beberapa saran untuk pertimbangan dan peningkatan kualitas asuhan keperawatan yang ditujukan kepada :
1. Institusi / Rumah Sakitj
a. Mengoptimalkan informasi tentang cara untuk menjaga kesehatan pasien dan untuk mengatasi penyebab demam berdarah dengan memberikan pertolongan pertama di rumah yaitu pemberian minum yang banyak, kompres hangat bila demam tinggi dan segera membawa kepuskesmas / rumah sakit terdekat.
b. Memberikan informasi tentang tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu : mempertahankan lingkungan yang bersih dan sehat dengan pedoman 3 M.

askep gout artritis

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan penyakit misalnya penyakit gout rthritis.
Gout akut biasanya terjadi pada pria sesudah lewat masa pubertas dan sesudah menopause pada wanita, sedangkan kasus yang paling banyak diternui pada usia 50-60. Gout lebih banyak dijumpai pada pria, sekitar 95 persen penderita gout adalah pria. Urat serum wanita normal jumahnya sekitar 1 mg per 100 mI, lebih sedikit jika dibandingkn dengan pria. Tetapi sesudah menopause perubahan tersebut kurang nyata. Pada pria hiperurisemia biasanya tidak timbul sebelurn mereka mencapai usia remaja.
Gout Akut biasanya monoartikular dan timbulnya tiba-tiba. Tanda-tanda awitan serangan gout adalah rasa sakit yang hebat dan peradangan lokal. Pasien mungkin juga menderita demam dan jumlah sel darah putih meningkat. Serangan akut mungkin didahului oleh tindakan pembedahan, trauma lokal, obat, alkohol dan stres emosional. Meskipun yang paling sering terserang mula-mula adalah ibu jari kaki, tetapi sendi lainnya dapat juga terserang. Dengan semakin lanjutnya penyakit maka sendi jari, lutut, pergelangan tangan, pergelangan kaki dan siku dapat terserang gout. Serangan gout akut biasanya dapat sembuh sendiri. Kebanyakan gejala-gejala serangan Akut akan berkurang setelah 10-14 hari walaupun tanpa pengobatan.
2. Tujuan Penulisan
Tujuan umum :Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal yaitu Gout Artritis
Tujuan khusus :
Mahasiswa dapat menjelaskan :
• definisi penyakit Gout Artritis
• etiologi penyakit Gout Artritis
• manifestasi klinik Gout Artritis
• Patofisiologi penyakit Gout Artritis
• komplikasi penyakit Gout Artritis
• pemeriksaan diagnostik penyakit Gout Artritis
• penatalaksanaan penyakit Gout Artritis
• asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan Gout Artritis


















BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Pengertian

Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus, yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari pada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya mendekati masa menopause. Gout arthritis, atau lebih dikenal dengan nama penyakit asam urat, adalah salah satu penyakit inflamasi yang menyerang persendian. Gout arthritis disebabkan oleh penimbunan asam urat (kristal mononatrium urat), suatu produk akhir metabolisme purin, dalam jumlah berlebihan di jaringan. Penyakit ini sering menyerang sendi metatarsophalangeal 1 dan prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Kadang-kadang terbentuk agregat kristal besar yang disebut sebagai tofi (tophus) dan menyebabkan deformitas.
Gout adalah peradangan akibat adanya endapan kristal asam urat pada sendi dan jari (depkes, 1992). Penyakit metabolik ini sudah dibahas oleh Hippocrates pada zaman Yunani kuno. Pada waktu itu gout dianggap sebagai penyakit kalangan sosial elite yang disebabkan karena terlalu banyak makan, anggur dan seks. sejak saat itu banyak teori etiologis dan terapeutik yang telah diusulkan..
Gout adalah kerusakan metabolic yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi serum asam urat dan deposit kristal asam urat dalam cairan sinovial dan disekitar jaringan sendi. Gout juga dapat didefinisikan sebagai kerusakan metabolisme purin herediter yang menyebabkan Peningkatan asam urat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh dan sendi.Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berdasarkan efek genetic pada metabolisme purin (hiperuresemia). Pada keadaan ini biasa terjadi over sekresi asam urat atau detek renal yang mengakibatkan sekresi asam urat/kombinasi keduanya.
Artritis pirai (gout) adalah jenis artropati kristal yang patogenesisnya sudah diketahui secara jelas dan dapat diobati secara sempurna. Secara klinis, artritis pirai merupakan penya-kit heterogen meliputi hiperurikemia, serangan artritis akut yang biasanya mono-artikuler. Terjadi deposisi kristal urat di dalam dan sekitar sendi, parenkim ginjal dan dapat menimbul-kan batu saluran kemih. Kelainan ini dipengaruhi banyak faktor antara lain gangguan kinetik asam urat misalhya hiperurikemia. Artritis pirai akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaring-an terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Tidak semua orang dengan hiperurikemia adalah penderita artritis pirai atau sedang menderita artritis pirai. Akan tetapi risiko terjadi artritis pirai lebih besar dengan meningkatnya konsentrasi asam urat darah.

2. Etiologi

Gejala arthritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu, dilihat dari penyebabnya, penyakit ini termasuk dalam kelainan metabolik. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yaitu hiperuresemia. Hiperuresemia terjadi karena :
1. Pembentukan asam urat berlebihan
a. Gout primer metabolik, disebabkan sintesis langsung yang bertambah
b. Gout sekunder metabolik, disebabkan pembentukan asam urat berlebihan
karena penyakit lain seperti leukimia, terutama bila diobati dengan sitostatistika, psoriasis, polisitemia vena dan mielofibrosis
2. Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal.
a. Ginjal yang sehat. Penyebabnya tidak diketahui.
b. Gout sekunder renal, disebabkan oleh kerusakan ginjal, misalnya pada glomerulonefritis kronik atau gagal ginjal kronik
3. Perombakan dalam usus yang berkurang. Namun secara klinis hal ini tidak penting.
Tetapi beberapa kasus menunjukkan adanya hubungan dengan defek genetik dalam metabolisme purin. Imkompletnya metabolisme purin menyebabkan pembentukan kristal asam urat di dalam tubuh atau menimbulkan over produksi asam urat. Over produksi asam urat ini dapat juga terjadi secara sekunder akibat beberapa penyakit antara lain:
• Sickle cell anemia
• Kanker maligna
• Penyakit ginjal
Penurunan fungsi renal akibat penggunaan obat dalam waktu yang lama (diuretik) dapat menyebabkan penurunan ekskresi asam urat dari ginjal.Penyebab Gout dapat terjadi akibat hiperusemia yang di sebabkan oleh diet yang ketat atau starpasi, asupan makanan kaya purin (terang-terangan/jeron) yang berlebihan atau kelainan Herediter.
3. Patofisiologi
Asam urat adalah produk sisa metabolisme purin. Pada keadaan normal terjadi keseimbangan antara produksi dan ekskresi. Sekitar dua pertiga (2/3) Jumlah yang, diproduksi setiap hari diekskresikan melalui ginjal dan sisanya melalui feses. Serum asam urat normal dipertahankan antara 3,4 – 7,0 mg/dl pada pria dan 2,4 – 6,0 pada wanita, pada level lebih dari 7,0 mg/dl akan terbentuk kristal monosodium urat.
Faktor-faktor yang merupakan presipitasi pembentukan kristal dan deposit di jaringan antara lain :
• Penurunan PH cairan ekstraseluler
• Penurunan protein plasma pengikat kristal-kristal urat
• Trauma jaringan
• Peningkatan kadar asam urat dari diet
Biasanya menyerang satu persendian, terjadi secara tak terduga, terjadi pada malam hari yang dapat dipicu oleh trauma, konsumsi alkohol dan pembelahan. Pada level ini asam urat di dalam persendian menimbulkan respon inflamasi, selanjutnya leukosit Poli Morfo Nuklear (PMN) menginfiltrasi persendian dan memfagosit kristal-kristal urat yang menyebabkan kematian leukosit PMN, pengeluaran enzim-enzim lisosom serta mediator-mediator inflamasi lainnya kedalam jaringan. Hal ini menyebabkan sendi yang terserang terlihat kemerahan, papas, bengkak dan terasa nyeri.
Sekitar 50% serangan gout arthritis akut terjadi pada sendi metatarsophalangeal tumit, sedangkan bagian tubuh lain yang juga mengalami serangan; ankle, tumit, lutut, jari-jari tangan dan siku. Nyeri bertambah dalam beberapa jam yang disertai keluhan demam serta peningkatan angka leukosit (white blood cell) dan sedimen rate.Serangan akut gout ini dapat terjadi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Hampir 60% penderita mengalami serangan ulang setelah satu tahun.
4. Manifestasi klinis

Secara klinis ditandai dengan adanya atritis, tofi, dan batu ginjal. Yang penting diketahui bahwa asam urat sendiri tidak akan mengakibatkan apa-apa. Yang menimbulkan rasa sakit adalah terbentuk dan mengendapnya kristal monosodium urat. Pengendapannya dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Oleh sebab itu, sering terbentuk tofi pada daerah-daerah telinga, siku, lutut, dorsum pedis, dekat tendo Achilles pada metatarsofalangeal digiti I, dan sebagainya.
Pada telinga misalnya, karena permukaannyayang lebar dan tipis serta mudah tertiup angin, kristal-kristal tersebut mudah mengendap dan menjadi tofi. Demikian pula di dorsum pedis, kalkaneus, dan sebagainya karena sering tertekan oleh sepatu. Tofi itu sendiri terdirri dari kristal-kristal urat yang diklilingi oleh benda-benda asing yang meradang, termasuk sel-sel raksasa. Serangan seringkali terjadipada malam hari. Biasanya sehari sebelum pasien tampak segar bugar tanpa keluhan. Tiba-tiba tengah malam terbangun karena rasa sakit yang hebat sekali.
Daerah khas yang sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari kaki sebelah dalam, disebut podagra. Bagian ini tampak membengkak, kemerahan, daan nyeri sekali bila disentuh. Rasa nyeri berlangsung beberapa hari sampai satu minggu, lalu menghilang. Sedangkan tofi itu sendiri tidak sakit, tapi dapat merusak tulang. Sendi lutut juga merupakan tempat predileksi kedua untuk serangan ini.
Tofi merupakan penimbunan asam urat yang dikelilingi reaksi radang pada sinovia, tulang rawan, bursa dan jaringan lunak. Sering timbul tulang rawan telinga sebagai benjolan keras. Tofi ini merupakan menifestasi lanjut dari gout yang timbul 5-10 tahun setelah serangan artritis akut pertama.
Pada ginjal akan timbul sebagai berikut:
1. Mikrotofi, dapat terjadi di tubuli ginjal dan menimbulkan nekrosis
2. Pielonefritis kronis
3. Tanda-tanda arterosklerosis dan hipertensi
4. Tidak jarang ditemukan pada pasien dengan kadar asam urat tinggi dalam darah, Nefrolitiasis karena endapan asam urat tanpa adanya riwayat gout, yang disebut hiperurisemia asimtomatik. Pasien demikian sebaiknya dianjurkan mengurangi kadar asam uaratnya karena menjadi faktor resiko dikemudian hari ini dan kemudian terbentuknya batu asam urat di ginjal.
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Serum asam urat
Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini mengindikasikan hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam urat atau gangguan ekskresi.
2. Angka leukosit
Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3 selama serangan akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam batas normal yaitu 5000 - 10.000/mm3.
3. Eusinofil Sedimen rate (ESR)
Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat di persendian.
4. Urin spesimen 24 jam
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi dan asam urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250 - 750 mg/24 jam asam urat di dalam urin. Ketika produksi asam urat meningkat maka level asam urat urin meningkat. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam mengindikasikan gangguan ekskresi pada pasien dengan peningkatan serum asam urat.Instruksikan pasien untuk menampung semua urin dengan peses atau tisu toilet selama waktu pengumpulan. Biasanya diet purin normal direkomendasikan selama pengumpulan urin meskipun diet bebas purin pada waktu itu diindikasikan.
5. Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau material aspirasi dari sebuah tofi menggunakan jarum kristal urat yang tajam, memberikan diagnosis definitif gout.
6. Pemeriksaan radiografi
Dilakukan pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan akan menunjukkan tidak terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit berkembang progresif maka akan terlihat jelas/area terpukul pada tulang yang berada di bawah sinavial sendi.
6. Penatalaksanaan
Kolkisin adalah suatu agen anti radang yang biasanya dipakai untuk mengobati serangan gout akut, dan unluk mencegah serangan gout Akut di kemudian hari. Obat ini juga dapat digunakan sebagai sarana diagnosis. Pengobatan serangan akut biasanya tablet 0,5 mg setiap jam, sampai gejala-gejala serangan Akut dapat dikurangi atau kalau ternyata ada bukti timbulnya efek samping gastrointestinal. Dosis maksimurn adalah 4-8 rng, tergantung dari berat pasien bersangkutan. Beberapa pasien mengalami rasa mual yang hebat, muntah-muntah dan diarhea, dan pada keadaan ini pemberian obat harus dihentikan.
Gejala-gejala pada sebagian besar pasien berkurang dalam waktu 10-24 jam sesudah pemberian obat. Kolkisin dengan dosis 0,5-2 mg per hari ternyata cukup efektif untuk mencegah serangan gout berikutnya secara sempurna atau mendekati sempurna. Penggunaan kolkisin setiap hari cenderung memperingan episode gout berikutnya, kalau memang serangan gout terjadi lagi. Penggunaan kolkisin jangka panjang tak memperlihatkan efek samping yang berat.
Fenilbutazon, suatu agen anti radang, dapat juga digunakan unluk mengobati artritis gout akut. Tetapi, karena fenilbutazon menimbulkan efek samping, maka kolkisin digunakan sebagai terapi pencegahan. Indometasin juga cukup efektif.
Terdapat tiga obat lain yang berguna untuk terapi penunjang atau terapi pencegahan. Alopurinol dapat mengurangi pembentukan asam urat. Dosis 100-400 mg per hari dapat menurunkan kadar asam urat serum. Probenesid dan Sulfinpirazin merupakan agen urikosurik, artinya mereka dapat menghambat proses reabsorpsi urat oleh tubulus ginjal dan dengan dernikian meningkatkan ekskresi asam urat. Pemeriksaan kadar asam urat serum berguna untuk menentukan etektivitas suatu terapi.
Mungkin dianjurkan untuk menghindari makanan yang mengandung kadar purin yang tinggi. Di antara jenis makanan ini termasuk jerohan seperti hati, ginjal, roti manis dan otak. Sardin dan anchovy (ikan kecfi semacarn haring) sebaiknya dibatasi.
Untuk membuang tofi yang besar, terutama kalau tofi mengganggu gerakan sendi, maka dilakukan pembedahan.
7. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi akibat gout arthritis antara lain :
1. Deformitas pada persendian yang terserang
2. Urolitiasis akibat deposit kristal urat pada saluran kemih
3. Nephrophaty akibat deposit kristal urat dalam interstisial ginjal
B.KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a.Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
• Keluhan utamanya nyeri yang berat pada ibu jari kaki atau sendi lain.
• Pencegahan penyerangan dan bagaimana cara mengatasi atau mengurangi serangan.
• riwayat gout artritis di dalam keluarga
• obat untuk mengatasi gout
b.Pola nutrisi dan metabolik
• Peningkatan berat badan
• Peningkatan suhu tubuh
c.Pola aktivitas dan latihan
• Respon sentuhan pada sendi dan mcnjaga daerah sendi yang terkena.
• Sendi bengkak dan merah (pertama metatarsal, sendi tarsal, pergelangan kaki, lutut atau siku).
d.Pola persepsi dan konsep diri
• Rasa cemas dan takut untuk melakukan gerakan atau aktifitas.
• Pesepsi Diri dalam melakukan mobilitas.
2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman pengobatan dan perawatan di rumah .
3. Intervensi
1. DP : Nyeri berhubungan dengan proses penyakit
HYD : Klien dapat menyatakan secara verbal bahwa nyeri berkurang, pasien tampak rileks dan nyeri terkontrol.
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit yang nonverbal.
Rasional:
Membantu dalam mengendalikan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.
b. Berikan posisi yang nyaman, sendi yang nyeri (kaki) diistirahatkan dan diberikan bantalan.
Rasional:
Istirahat dapat menurunkan metabolisme setempat dan mengurangi pergerakan pada sendi yang sakit.Bantalan yang empuk/lembut akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat dan menempatkan stress pada sendi yang sakit.
c. Berikan kompres hangat atau dingin.
Rasional:
Pemiberian kompres dapat memberikan efek vasodilatasi dan keduanya mempunyai efek vasodilatasi dan keduanya mempunyai efek membantu pengeluaran endortin dan dingin dapat menghambat impuls-impuls nyeri.
d. Cegah agar tidak terjadi iritasi pada tofi, misal menghindari penggunaan sepatu yang sempit, terantuk benda yang keras.
Rasional:
Bila terjadi iriitasi maka akan semakin nyeri. Bila terjadi luka akibat tofi yang pecah maka rawatlah sucara steril dan juga perawatan drain yang dipasang pada luka.
e. Berikan masase lembut.
Rasional:
Meningkatkan relaksasi atau mengurangi tegangan otot.
f. Ajarkan klien untuk sering mengubah posisi tidur.
Rasional:
Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi.Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan atau rasa sakit pada sendi.
g. Ajarkan penggunaan tehnik manajemen stress,misalnya relaksasi progresif, sentuhan terapeutik, dan pengendalian nafas.
Rasional:
Meningkatkan relaksasi, memberikan kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan colchille, Allopurinol (Zyloprin)
Rasional :
menurunkan kristal asam urat yang mempunyai efek samping, nausea, vomitus, diare, oliguri, hematuri.Allopurinol menghambat asam urat.
2. DP : Hambatan mobilitas berhubungan dengan nyeri persendian
HYD : pasien dapat meningkatkan aktivitas sesuai kemampuan
Intervensi :
a. Kaji tingkat inflamasi atau rasa sakit pada sendi.
Rasional:
Tingkat aktifitas / latihan tergantung dari perkembangan atau resolusi dan proses
inflamasi.
b. Ajarkan pada klien untuk latihan ROM pada sendi yang terkena gout jika memungkinkan.
Rasional:
Meningkatkan atau mempertahankan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat dapat menimbulkan kakakuan sendi dan aktifitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
c. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. Jadwal aktifitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
Rasional:
Istirahat yang sistemik selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan.
d. Lakukan ambulasi dengan bantuan misal dengan menggunakan tongkat dan berikan lingkungan yang aman misalnya menggunakan pegangan tangga pada bak atau pancuran dan toilet.
Rasional:
Menghindari cedera akibat kecelakaan atau jatuh..
e. Kolaborasi
Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vokasional.
Rasional:
Berguna dalam memformulasikan program latihan/aktifitas yang berdasarkan pada kebutuhan, individual dan dalam mengidentifikasi mobilisasi.
3. DP: Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman tentang pengobatan dan perawatan di rumah .
HYD :Pasien dan keluarga dapat memahami penggunaan obat dan perawatan
dirumah.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien dalam mengungkapkan instruksi yang diberikan oleh dokter atau perawat.
Rasional : mengetahui respon dan kemampuan kognnitif klien dalam menerima informasi.
b. Berikan Jadwal obat yang harus di gunakan meliputi nama obat, dosis, tujuan dan efek samping
Rasional:
Penjelasan ini dapat meningkatkan koordinasi dan kesadaran pasien terhadap pengobatan yang teratur.
c. Bantu pasien dalam merencanakan program latihan dan istirahat yang teratur.
Rasional:
Memberikan struktur dan mengurangi kecemasan pada waktu menangani proses penyakit yang kronis kompleks.
d.Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmako terapeutik.
Rasional:
Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis.

e. Berikan informasi mengenai alat-alat bantu yang mungkin dibutuhkan.
Rasional :
Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktifitas yang dibutuhkan atau diinginkan.
f. Jelaskan pada pasien tentang asal mula penyakit
Rasional:
Memberikan pengetahuan pasien sehingga pasien dapat menghindari terjadinya serangan berulang.
f. Kolaborasi dengan sumber- sumber komunitas arthritis.
Rasional : Bantuan dan dukungan dari orang lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal.














BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus, yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari pada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya mendekati masa menopause.
Gejala arthritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu, dilihat dari penyebabnya, penyakit ini termasuk dalam kelainan metabolik.
Asam urat adalah produk sisa metabolisme purin. Pada keadaan normal terjadi keseimbangan antara produksi dan ekskresi. Sekitar dua pertiga (2/3) Jumlah yang, diproduksi setiap hari diekskresikan melalui ginjal dan sisanya melalui feses. Serum asam urat normal dipertahankan antara 3,4 – 7,0 mg/dl pada pria dan 2,4 – 6,0 pada wanita, pada level lebih dari 7,0 mg/dl akan terbentuk kristal monosodium urat.
B. Saran
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang akan datang, diantaranya :
• Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti tentang rencana keperawatan pada pasien dengan rheumatoid artritis, pendokumentasian harus jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien dan keluarga.
• Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan rheumatoid artritis maka tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan kebutuhan klien yang mengalami rheumatoid artritis.
• Untuk perawat diharapkan mampu menciptakan hubungan yang harmonis dengan keluarga sehingga keluarga diharapkan mampu membantu dan memotivasi klien dalam proses penyembuhan.

Minggu, 28 November 2010

Askep kejang demam

BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang lebih tinggi, yaitu Maeda dkk, 1993 emndapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali kejang demam dalam 24 jam) (Arif Manajer, 2000).
Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C pun bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang yang mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas.
Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum maaupun fokal, kelumpuhannya sesuai dengan kejang vokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhannya bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Milichap (1998) melaporkan dari 1990 anak menderita kejang demam, hanya 0,2 % saja yang mengalami hemiparese sesudah kejang lama.
dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat diturubkan melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada anak. Dan perlu diingat bahwa maslah penanggulangan kejang demam ini bukan hanya masalah di rumah sakit tetapi mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari individu anak tersebut, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
2. Tujuan Penulisan
 Tujuan umum:
Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit kejang demam pada anak.
 Tujuan khusus:
Untuk mengetahui;
1. definisi penyakit kejang demam pada anak.
2. etiologi penyakit kejang demam pada anak
3. manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .
4. patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.
5. komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
6. pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .
7. penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.
8. asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.



BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Anatomi Fisiologi
Sistem persyarafan terdiri dari sel-sel syaraf (neuron) yang tersusun membentuk sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat (SSP) terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi (perifer) merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan dari sistem saraf pusat.
Stimulasi atau rangsangan yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh untuk mampu mengadaptasinya sehingga tubuh tetap simbang. Upaya tubuh untuk mengadaptasi berlangsung melalui kegiatan sistem saraf disebut sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seim`bang atau sakit.
Stimulus diterima oleh reseptor (penerima rangsang) sistem saraf yang selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat. Di sistem saraf pusat impuls diolah untuk kemudian meneruskan jawaban (respon) kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (volunter) dan jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (anvolunter)
Jawaban yang volunter melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter melibatkaan sistem saraf otonom. Yang berfungsi sebagai efektor dari sistem saraf somatik adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjer sebasea.
Secara garis besar sistem saraf mempunyai empat fungsi tentang :
1. Menerima informasi dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensory (afferent sensory pathway)
2. Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat
3. Mengelola informasi yang diterima baik ditingkat medulla spinalis maupun di otak untuk selanjutnya menentukan jawaban atau respon
4. Menghantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik ke organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan

Sel Saraf Neuron
Merupakan sel tubuh yang berfungsi mencetuskan dan menghantarkan impuls listrik. Neuron merupakan unit dasar dan fungsional sistem saraf yang mempunyai sifat exitability artinya siap memberi respon apabila terstimulasi. Satu sel saraf mempunyai badan sel (soma) yang mempunyai satu atau lebih tonjolan (dendrit). Tonjolan-tonjolan ini keluar dari sitoplasma sel saraf. Satu atau dua ekspansi yang sangat panjang disebut akson. Serat saraf adalah akson dari neuron.
Dendrit dan badan sel saraf berfungsi sebagai pencetus impuls, sedangkan akson berfungsi sebagai pembawa impuls. Sel-sel saraf membentuk mata rantai yang panjang dari perifer ke pusat dan sebaliknya, dengan demikian impuls dihantarkan secara berantai dari satu neuron ke neuron lainnya. Tempat diman terjadi antara satu neuron dan neuron lainnya disebut sinaps. Penghantaran impuls dari satu neuron ke neuron lainnya belangsung dengan perantaraan zat kimia
Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan medula spinalis. Dibungkus oleh selaput meningaen yang berfungsi umtuk melindungi CNS. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid, dan piamater. Secara fisiologis SSP berfungsi intuk interpretasi, integrasi, koordinasi, dan insiasi berbagai impuls saraf
Otak, terdiri dari otak besar (cerbelum), otak kecil (cerebrum), dan batang otak (brainstem). Otak merupakan jaringan yang paling banyak menggunakan energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa. Kebutuhan oksigen dan glukosa relatif konstan, hal ini disebabkan oleh karena metabolisme otak yang merupakan proses yang-terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti. Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka metabolisme akan terganggu dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan.
Medula spinalis merupakan perpenjangan dari medula oblongata yang mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu kornu motorik atau kornu ventralis
2. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks lutut
3. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum
4. Mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh.

2. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38oc) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranial (mansjoer, 2000)
Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.


Klasifikasi kejang demam;
1. Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah
Kejang demam sederhan yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang kompleks (epilepsi yang dicetuskan oleh demam)
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan:
a. kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
b. usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam pertama
c. frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam satu tahun
d. kejang berlangsung lama atau bersifat fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam)
Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.

a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
3. Etiologi
Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah :
Faktor predisposisi :
1. Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya dapat diturunkan pada anakmya.
2. Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada anak belum matang sehingga mudah mengalami perubahan konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-tiba. Faktor presipitasi 1. Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus misalnya infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis, gastroenteritis, infeksi traktus urinarius dan faringitis. 2. Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit sehingga mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia. 3. Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma kepala, infeksi premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial. 4. Patofisiologi Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dengan mudah dapat dilalui oleh ion Kalium (K+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi difusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis. 5. Manifestasi klinik Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, ISPA, UTI, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik. 6. Pemeriksaan Diagnostik Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam antara lain : a) Pemeriksaan Laboratorium Elektrolit Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang Glukosa Hipoglikemia ( normal 80 - 120) Ureum / kreatinin Meningkat (ureum normal 10 – 50 mg/dL dan kreatinin normal =< 1,4 mg/dL) Sel Darah Merah (Hb) Menurun ( normal 14-18 g/dl, 12-16 g/dl ) Lumbal punksi Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak. - Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal pungsi - Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan : 1) Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom 2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml) 3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L) b) EEG (electroencephalography) EEG merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak melalui tengkorang yang utuh untuk menentukan adanya kelainan pada SSP, EEG dilakukan sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal. Tidak menunjukkan kelainan pada kejang demam sederhana, gelombang EEG yang lambat di daerah belakang dan unilateral menunjukkan kejang demam kompleks c) CT Scan Tidak dianjurkan pada kejang demam yang beru terjadi pada pertama kalinya d) Pemeriksaan Radiologis 1) Foto tengkorak diperhatikan simetris tulang tengkorak, destruksi tulang peningkatan tekanan intrakranial 2) Pneumonsefalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu yaitu untuk melihat gambaran sistem ventrikal, rongga subaraknoid serta gambaran otak sehingga dapat diketahui adanya atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus araknoiditis 3) Arteriografi untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak, apakah ada penyumbatan atau peregangan. 7. Penatalaksanaan Medik Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu : 1. Pengobatan Fase Akut Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB≤10 kg) atau 10 mg(BB≥10kg) bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 15 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal. 2. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun kejang epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya ISPA dan otitis media akut. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk mengobati infeksi tersebut. Biasanya dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal untuk mengetahui faktor resiko infeksi di dalam otak, misalnya: meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang demam lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, seperti: pemeriksaan darah lengkap. 3. Pengobatan rumat Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian: 1. Pengobatan profilaksis intermiten: untuk mencegah terulangnya kejadian demam dikemudian hari, orang tua atau pengasuh harus cepat mengetahui bila anak menderita demam. Disamping pemberian antipiretik, obat yang tepat untuk mencegah kejang waktu demam adalah diazepam intrarektal. Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam dengan suhu 38,5oC atau lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk anak kurang dari 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun atau dapat diberikan Diazepam oral 0,5 mg/kgBB pada waktu penderita demam (berdasarkan resep dokter). 2. Pengobatan profilaksis jangka panjang yaitu dengan pemberian antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada penderita yang menunjukkan hal berikut; a. Sebelum kejang demam penderita sudah ada kelainan neurologis atau perkembangannya b. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung d. Kejang demam pada bayi atau kejang multipel pada satu episode demam. Profilaksis jangka panjang setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan 8. Komplikasi • Epilepsi Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang • Retardasi mental Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis • Hemiparese Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit) • Gagal pernapasan Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi spasme • Kematian BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan adanya riwayat keluarga dengan kejang demam, kejang terjadi pada usia 2-5 tahun, adanya riwayat infeksi, lemah, badan/kulit teraba panas, kejang kurang dari 5 menit, kehilangan kesadaran, sianosis b. Pola nutrisi dan metabolik Mual dan muntah berhubungan dengan aktivitas kejang, nafsu makan menurun, berat badan menurun, membrane mukosa kering, konjungtiva tampak anemis, dan suhu tubuh meningkat c. Pola eliminasi Frekuensi meningkat konsistensi cair, diare d. Pola aktivitas dan latihan Kelemahan umum, kehilangan kesadaran singkat, gerakan infolunter/kontraksi otot, kaku, penurunan tonus otot e. Pola persepsi dan konsep diri Perasaan cemas, ketakutan dengan kondisi anak dikemudian hari f. Pola sistem nilai dan kepercayaan Nilai keyakinan mungkian meningkat seiring kebutuhan untuk mendapat sumber kesembuhan dari Tuhan 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul: a. Hipertermi b/d adanya proses infeksi b. Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang) c. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang e. Resiko tinggi perubahan volume cairan kurang dari kebutuhanan tubuh b/d pengeluaran yang berlebihan f. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2 3. Intervensi Keperawatan a. Hipertermi b/d adanya proses infeksi HYD: suhu normal 36oC – 37oC pada klien dalam jangka waktu 2 hari Intervensi: 1. Kaji penyebab hipertermi R/ hipertermi merupakan salah satu gejala/kompensasi tubuh terhadap adanya infeksi baik secra lokal maupun secara sistematik 2. Observasi TTV R/ pada klien hipertermi terjadi kenaikan TTV terutama suhu, nadi, pernapasan. Hal ni disebabkan karana metabolisma tubuh meningkat. 3. Beri kompres hangat pada bagian dahi atau ketiak R/ daerah dahi dan aksila merupakan jaringan tipis dan terdapat pembulu darah sehingga proses vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat sehinggga pergerakan-pergerakan molekul cepat sehinga evaporasi meningkat dengan cepat 4. Beri minum sedikit-sedikit tapi sering R/ untuk mengganti cairan yang hilang dan untuk mempertahankan cairan di dalam tubuh 5. Pakaikan pakaian yang tipis yang dapat menyerap keringat R/ pakaian yang tipis dapat membantu mempercepat proses evaporasi 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik b. Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang) HYD: lidah tidak tergigit dan jatuh ke belakang Intevensi 1. Jelaskan pada keluarga akibat-akibat yang terjadi sat kejang berulang (lidah tergigit) R/ panjelasan yang baik dan tepat sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dalam mengatasi kejang (lidah tergigit) 2. Sediakan spatel lidah yang telah dibungkur gaas verban R/ sptel llidah digunakan untuk menahan lidah jjika tergigit 3. Beri posisi miring kiri/kanan R/ mencegah aspirasi pada lambung 4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti konvulsan R/ obat anti konvulsan sebagai pengatur gerakan motorik dalam hal ini anti konvulsan menghentikan gerakan motorik yang berlebihan c. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular HYD : mempertahankan pola napas efektif Intervensi: 1. Anjurkan pasien mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu R/ menurunkan resiko aspirasi atau masuknya suatu benda asing ke faring. 2. Letakkan pasien pada posisi miring dan permukaan datar R/ mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan napas 3. Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan R/ mencegah tejatuhnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan pengisapan lendir 4. Kolabori dalm pemberian oksigen sesuai indikasi. R/ menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun d. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2 HYD: gangguan perfusi jaringan otak tidak terjadi Intervensi: 1. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan terentu atau yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak R/ penurunan tanda atau gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal menunjukkan bahwapasien itu perlu dipindahkan ke keperawatan intensif 2. Observasi TTV R/ periksa TTV sangat penting untuk mnegetahui tindakan selanjutnya 3. Pertahankan leher atau kepala pada posisi tengah kemudian sokong dengan handuk kecil atau bantal kecil R/ kepala yang miring pada satu sisi akan menekan vena jungularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya meningkatkan TIK 4. Berikan waktu istirahat diantara aktifitas keperawatan yang dilakukan R/ aktifitas yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif 5. Catat adanya refleks-refleks menelan, batuk, babinski dan reaksi pupil R/ penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tigkat otak tengah atau batang otak yang sangat berpengaruh langsungj terhadap keamanan pasien. 6. Anjurkan orang terdekat (keluarga) untuk berbicara dengan pasien. R/ ungkapan keluarga yang menyenangkan pasien tampak mempunyai efek relaksasi pada beberapa pasien. e. Kecemasan orang tua berhubungan dengan dampak hospitalisasi Hasil yang diharapkan : orang tua tidak merasa cemas Intervensi : 1. Kaji persepsi orang tua terhadap penyakit klien R/ persepsi yang positif dalm membina kerja sama yang baik dalam proses keperawatan. 2. Beri sopport pada keluargaa bahwa klien akan sembuh kalau rutin dalam perawatan dan pengobatan R/ menaati anjuran atau larangan serta ketekunan mengkonsummsi obat dapat mempercepat proses penyembuhan. 3. Berikan kesempatan mengungkapakan perasaannya (apa yang dirasakan orang tua saat itu) R/ mengurangi beban psikologis dengan menyalurkan aspek emosional secara efektif dan cepat. 4. Beri informasi tentang cara mengatasi kejang seperti ana dibaringkan di tempat yang datar, kepalanya dimiringkan dan pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain bersih. R/ dapat meningkatkan pengetahuan orang tua sehingga dapat mengurangi kecemasan. 5. Anjurkan kepada keluarga untuk selalu berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan. R/ dengan mendekatkan diri pada Tuhan dapat mengurangi ansietas orang tua BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Kejang demam adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh (suhu rectal > 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.
Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin pada anaknya agar hal-hal yang tidak di inginkan dapat diketahui secara dini sehingga kejang demam dapat dicegah sedini mungkin
2. Saran
Untuk meningkatkan kulaitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut;
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesionl dalam menetapkan diagnosa keperawtan
3. Diharapkan kerja sama yang baik dari berbagai pihak dari tim kesehatan lainnya khususnya dari pihak keluarga agar selalu mengunjungi klien dalam menunjang keberhasilan perawatan dan pengobatan.


















DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta: Salemba medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika
Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG
www.Google.com

Askep kejang demam

BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang lebih tinggi, yaitu Maeda dkk, 1993 emndapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali kejang demam dalam 24 jam) (Arif Manajer, 2000).
Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C pun bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang yang mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas.
Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum maaupun fokal, kelumpuhannya sesuai dengan kejang vokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhannya bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Milichap (1998) melaporkan dari 1990 anak menderita kejang demam, hanya 0,2 % saja yang mengalami hemiparese sesudah kejang lama.
dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat diturubkan melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada anak. Dan perlu diingat bahwa maslah penanggulangan kejang demam ini bukan hanya masalah di rumah sakit tetapi mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari individu anak tersebut, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
2. Tujuan Penulisan
 Tujuan umum:
Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit kejang demam pada anak.
 Tujuan khusus:
Untuk mengetahui;
1. definisi penyakit kejang demam pada anak.
2. etiologi penyakit kejang demam pada anak
3. manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .
4. patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.
5. komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
6. pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .
7. penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.
8. asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.



BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Anatomi Fisiologi
Sistem persyarafan terdiri dari sel-sel syaraf (neuron) yang tersusun membentuk sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat (SSP) terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi (perifer) merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan dari sistem saraf pusat.
Stimulasi atau rangsangan yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh untuk mampu mengadaptasinya sehingga tubuh tetap simbang. Upaya tubuh untuk mengadaptasi berlangsung melalui kegiatan sistem saraf disebut sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seim`bang atau sakit.
Stimulus diterima oleh reseptor (penerima rangsang) sistem saraf yang selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat. Di sistem saraf pusat impuls diolah untuk kemudian meneruskan jawaban (respon) kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (volunter) dan jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (anvolunter)
Jawaban yang volunter melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter melibatkaan sistem saraf otonom. Yang berfungsi sebagai efektor dari sistem saraf somatik adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjer sebasea.
Secara garis besar sistem saraf mempunyai empat fungsi tentang :
1. Menerima informasi dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensory (afferent sensory pathway)
2. Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat
3. Mengelola informasi yang diterima baik ditingkat medulla spinalis maupun di otak untuk selanjutnya menentukan jawaban atau respon
4. Menghantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik ke organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan

Sel Saraf Neuron
Merupakan sel tubuh yang berfungsi mencetuskan dan menghantarkan impuls listrik. Neuron merupakan unit dasar dan fungsional sistem saraf yang mempunyai sifat exitability artinya siap memberi respon apabila terstimulasi. Satu sel saraf mempunyai badan sel (soma) yang mempunyai satu atau lebih tonjolan (dendrit). Tonjolan-tonjolan ini keluar dari sitoplasma sel saraf. Satu atau dua ekspansi yang sangat panjang disebut akson. Serat saraf adalah akson dari neuron.
Dendrit dan badan sel saraf berfungsi sebagai pencetus impuls, sedangkan akson berfungsi sebagai pembawa impuls. Sel-sel saraf membentuk mata rantai yang panjang dari perifer ke pusat dan sebaliknya, dengan demikian impuls dihantarkan secara berantai dari satu neuron ke neuron lainnya. Tempat diman terjadi antara satu neuron dan neuron lainnya disebut sinaps. Penghantaran impuls dari satu neuron ke neuron lainnya belangsung dengan perantaraan zat kimia
Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan medula spinalis. Dibungkus oleh selaput meningaen yang berfungsi umtuk melindungi CNS. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid, dan piamater. Secara fisiologis SSP berfungsi intuk interpretasi, integrasi, koordinasi, dan insiasi berbagai impuls saraf
Otak, terdiri dari otak besar (cerbelum), otak kecil (cerebrum), dan batang otak (brainstem). Otak merupakan jaringan yang paling banyak menggunakan energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa. Kebutuhan oksigen dan glukosa relatif konstan, hal ini disebabkan oleh karena metabolisme otak yang merupakan proses yang-terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti. Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka metabolisme akan terganggu dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan.
Medula spinalis merupakan perpenjangan dari medula oblongata yang mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu kornu motorik atau kornu ventralis
2. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks lutut
3. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum
4. Mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh.

2. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38oc) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranial (mansjoer, 2000)
Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.


Klasifikasi kejang demam;
1. Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah
Kejang demam sederhan yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang kompleks (epilepsi yang dicetuskan oleh demam)
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan:
a. kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
b. usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam pertama
c. frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam satu tahun
d. kejang berlangsung lama atau bersifat fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam)
Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.

a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
3. Etiologi
Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah :
Faktor predisposisi :
1. Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya dapat diturunkan pada anakmya.
2. Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada anak belum matang sehingga mudah mengalami perubahan konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-tiba. Faktor presipitasi 1. Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus misalnya infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis, gastroenteritis, infeksi traktus urinarius dan faringitis. 2. Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit sehingga mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia. 3. Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma kepala, infeksi premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial. 4. Patofisiologi Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dengan mudah dapat dilalui oleh ion Kalium (K+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi difusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis. 5. Manifestasi klinik Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, ISPA, UTI, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik. 6. Pemeriksaan Diagnostik Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam antara lain : a) Pemeriksaan Laboratorium Elektrolit Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang Glukosa Hipoglikemia ( normal 80 - 120) Ureum / kreatinin Meningkat (ureum normal 10 – 50 mg/dL dan kreatinin normal =< 1,4 mg/dL) Sel Darah Merah (Hb) Menurun ( normal 14-18 g/dl, 12-16 g/dl ) Lumbal punksi Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak. - Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal pungsi - Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan : 1) Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom 2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml) 3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L) b) EEG (electroencephalography) EEG merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak melalui tengkorang yang utuh untuk menentukan adanya kelainan pada SSP, EEG dilakukan sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal. Tidak menunjukkan kelainan pada kejang demam sederhana, gelombang EEG yang lambat di daerah belakang dan unilateral menunjukkan kejang demam kompleks c) CT Scan Tidak dianjurkan pada kejang demam yang beru terjadi pada pertama kalinya d) Pemeriksaan Radiologis 1) Foto tengkorak diperhatikan simetris tulang tengkorak, destruksi tulang peningkatan tekanan intrakranial 2) Pneumonsefalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu yaitu untuk melihat gambaran sistem ventrikal, rongga subaraknoid serta gambaran otak sehingga dapat diketahui adanya atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus araknoiditis 3) Arteriografi untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak, apakah ada penyumbatan atau peregangan. 7. Penatalaksanaan Medik Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu : 1. Pengobatan Fase Akut Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB≤10 kg) atau 10 mg(BB≥10kg) bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 15 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal. 2. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun kejang epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya ISPA dan otitis media akut. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk mengobati infeksi tersebut. Biasanya dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal untuk mengetahui faktor resiko infeksi di dalam otak, misalnya: meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang demam lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, seperti: pemeriksaan darah lengkap. 3. Pengobatan rumat Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian: 1. Pengobatan profilaksis intermiten: untuk mencegah terulangnya kejadian demam dikemudian hari, orang tua atau pengasuh harus cepat mengetahui bila anak menderita demam. Disamping pemberian antipiretik, obat yang tepat untuk mencegah kejang waktu demam adalah diazepam intrarektal. Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam dengan suhu 38,5oC atau lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk anak kurang dari 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun atau dapat diberikan Diazepam oral 0,5 mg/kgBB pada waktu penderita demam (berdasarkan resep dokter). 2. Pengobatan profilaksis jangka panjang yaitu dengan pemberian antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada penderita yang menunjukkan hal berikut; a. Sebelum kejang demam penderita sudah ada kelainan neurologis atau perkembangannya b. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung d. Kejang demam pada bayi atau kejang multipel pada satu episode demam. Profilaksis jangka panjang setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan 8. Komplikasi • Epilepsi Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang • Retardasi mental Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis • Hemiparese Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit) • Gagal pernapasan Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi spasme • Kematian BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan adanya riwayat keluarga dengan kejang demam, kejang terjadi pada usia 2-5 tahun, adanya riwayat infeksi, lemah, badan/kulit teraba panas, kejang kurang dari 5 menit, kehilangan kesadaran, sianosis b. Pola nutrisi dan metabolik Mual dan muntah berhubungan dengan aktivitas kejang, nafsu makan menurun, berat badan menurun, membrane mukosa kering, konjungtiva tampak anemis, dan suhu tubuh meningkat c. Pola eliminasi Frekuensi meningkat konsistensi cair, diare d. Pola aktivitas dan latihan Kelemahan umum, kehilangan kesadaran singkat, gerakan infolunter/kontraksi otot, kaku, penurunan tonus otot e. Pola persepsi dan konsep diri Perasaan cemas, ketakutan dengan kondisi anak dikemudian hari f. Pola sistem nilai dan kepercayaan Nilai keyakinan mungkian meningkat seiring kebutuhan untuk mendapat sumber kesembuhan dari Tuhan 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul: a. Hipertermi b/d adanya proses infeksi b. Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang) c. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang e. Resiko tinggi perubahan volume cairan kurang dari kebutuhanan tubuh b/d pengeluaran yang berlebihan f. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2 3. Intervensi Keperawatan a. Hipertermi b/d adanya proses infeksi HYD: suhu normal 36oC – 37oC pada klien dalam jangka waktu 2 hari Intervensi: 1. Kaji penyebab hipertermi R/ hipertermi merupakan salah satu gejala/kompensasi tubuh terhadap adanya infeksi baik secra lokal maupun secara sistematik 2. Observasi TTV R/ pada klien hipertermi terjadi kenaikan TTV terutama suhu, nadi, pernapasan. Hal ni disebabkan karana metabolisma tubuh meningkat. 3. Beri kompres hangat pada bagian dahi atau ketiak R/ daerah dahi dan aksila merupakan jaringan tipis dan terdapat pembulu darah sehingga proses vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat sehinggga pergerakan-pergerakan molekul cepat sehinga evaporasi meningkat dengan cepat 4. Beri minum sedikit-sedikit tapi sering R/ untuk mengganti cairan yang hilang dan untuk mempertahankan cairan di dalam tubuh 5. Pakaikan pakaian yang tipis yang dapat menyerap keringat R/ pakaian yang tipis dapat membantu mempercepat proses evaporasi 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik b. Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang) HYD: lidah tidak tergigit dan jatuh ke belakang Intevensi 1. Jelaskan pada keluarga akibat-akibat yang terjadi sat kejang berulang (lidah tergigit) R/ panjelasan yang baik dan tepat sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dalam mengatasi kejang (lidah tergigit) 2. Sediakan spatel lidah yang telah dibungkur gaas verban R/ sptel llidah digunakan untuk menahan lidah jjika tergigit 3. Beri posisi miring kiri/kanan R/ mencegah aspirasi pada lambung 4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti konvulsan R/ obat anti konvulsan sebagai pengatur gerakan motorik dalam hal ini anti konvulsan menghentikan gerakan motorik yang berlebihan c. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular HYD : mempertahankan pola napas efektif Intervensi: 1. Anjurkan pasien mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu R/ menurunkan resiko aspirasi atau masuknya suatu benda asing ke faring. 2. Letakkan pasien pada posisi miring dan permukaan datar R/ mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan napas 3. Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan R/ mencegah tejatuhnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan pengisapan lendir 4. Kolabori dalm pemberian oksigen sesuai indikasi. R/ menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun d. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2 HYD: gangguan perfusi jaringan otak tidak terjadi Intervensi: 1. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan terentu atau yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak R/ penurunan tanda atau gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal menunjukkan bahwapasien itu perlu dipindahkan ke keperawatan intensif 2. Observasi TTV R/ periksa TTV sangat penting untuk mnegetahui tindakan selanjutnya 3. Pertahankan leher atau kepala pada posisi tengah kemudian sokong dengan handuk kecil atau bantal kecil R/ kepala yang miring pada satu sisi akan menekan vena jungularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya meningkatkan TIK 4. Berikan waktu istirahat diantara aktifitas keperawatan yang dilakukan R/ aktifitas yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif 5. Catat adanya refleks-refleks menelan, batuk, babinski dan reaksi pupil R/ penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tigkat otak tengah atau batang otak yang sangat berpengaruh langsungj terhadap keamanan pasien. 6. Anjurkan orang terdekat (keluarga) untuk berbicara dengan pasien. R/ ungkapan keluarga yang menyenangkan pasien tampak mempunyai efek relaksasi pada beberapa pasien. e. Kecemasan orang tua berhubungan dengan dampak hospitalisasi Hasil yang diharapkan : orang tua tidak merasa cemas Intervensi : 1. Kaji persepsi orang tua terhadap penyakit klien R/ persepsi yang positif dalm membina kerja sama yang baik dalam proses keperawatan. 2. Beri sopport pada keluargaa bahwa klien akan sembuh kalau rutin dalam perawatan dan pengobatan R/ menaati anjuran atau larangan serta ketekunan mengkonsummsi obat dapat mempercepat proses penyembuhan. 3. Berikan kesempatan mengungkapakan perasaannya (apa yang dirasakan orang tua saat itu) R/ mengurangi beban psikologis dengan menyalurkan aspek emosional secara efektif dan cepat. 4. Beri informasi tentang cara mengatasi kejang seperti ana dibaringkan di tempat yang datar, kepalanya dimiringkan dan pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain bersih. R/ dapat meningkatkan pengetahuan orang tua sehingga dapat mengurangi kecemasan. 5. Anjurkan kepada keluarga untuk selalu berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan. R/ dengan mendekatkan diri pada Tuhan dapat mengurangi ansietas orang tua BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Kejang demam adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh (suhu rectal > 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.
Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin pada anaknya agar hal-hal yang tidak di inginkan dapat diketahui secara dini sehingga kejang demam dapat dicegah sedini mungkin
2. Saran
Untuk meningkatkan kulaitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut;
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesionl dalam menetapkan diagnosa keperawtan
3. Diharapkan kerja sama yang baik dari berbagai pihak dari tim kesehatan lainnya khususnya dari pihak keluarga agar selalu mengunjungi klien dalam menunjang keberhasilan perawatan dan pengobatan.


















DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta: Salemba medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika
Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG
www.Google.com