Minggu, 28 November 2010

Askep Hidrosefalus

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hydrocephalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan-jaringan serebrel selama produksi CSF berlangsung yang meningkatan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang-ruang tempat mengalirkan cairan.
Dalam memberikan pelayanan keperawatan dibutuhkan tenaga perawat yang betul-betul terampil dan ahli dalam bidangnya khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem persarafan : Hydrocephalus. Seperti yang kita ketahui bahwa pasien dengan Hydrochepalus memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan tepat karena tidak jarang anak dengan Hydrochepalus dapat terjadi komplikasi yang berat bahkan kematian. Dan juga selama hidupnya anak dengan Hydrochepalus hanya bergantung pada orang tua dan perawat. Bukan tidak mungkin anak dengan Hydrochepalus dapat disembuhkan, melalui terapi dan perawatan yang cepat dan tepat serta pengawasan yang ketat dan pemahaman orang tua tentang petunjuk apa yang harus dilakukan jika terdapat gangguan pada anak.
Di Indonesia angka kejadian Hydrocephalus kongenital yang terlihat sejak bayi kira-kira 30%, sedangkan yang terlihat dalam 3 bulan pertama setelah lahir merupakan 50% dari semua kasus Hydrocephalus kongenital. Hydrocephalus dijumpai 1 diantara 2000 janin dan merupakan 12 % dari semua kelainan kongenital yang dijumpai pada bayi baru lahir.
Dalam usaha peningktan derajat kesehatan, hal ini merupakan tantangan bagi perawat untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada klien Hydrocephalus.


B. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu :
a. Memperoleh gambaran mengenai penyakit hydrocephalus
b. Untuk mengetahui terjadinya hydrocephalus pada bayi maupun anak
c. Untuk mengetahui tanda – tanda dan gejala hydrocephalus, pembagian serta bagaimana memberikan penanganan yang tepat
C. Manfaat penulisan
• Agar kita mengetahui macam – macam hydrocephalus
• Agar kita dapat mengetahui penyebab hydrocephalus
• Agar kita mengetahui cara pemberian asuhan perawatan yang tepat pada klien hydricephalus
D. Sistematika penulisan
Adapun cara penulisan makalah ini yaitu :
• Bab I pendahuluan
 Latar belakang
 Tujuan penulisan
 Manfaat peulisan
 Sistematika penulisan
• Bab II pembahasan
a. Konsep dasar medik
 Pengertian
 Anatomi dan fisiologi
 Pembagian hydricephalus pada anak dan bayi
 Etiologi
 Patofisiologi
 Manifestasi klinis
 Pemeriksaan diagnostik
 penatalaksanaan
 Komplikasi
b. Konsep dasar keperawatan
 Pengkajian
 Diagnosa
 intervensi
• Bab III penutup
Kesimpulan dan saran


























BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dasar medik
1. Pengertian
Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi daan Yuliani, 2001).
Hydrochepalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinalis interna atau eksternal melebar ( Mumenthaler, 1995).
Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngatisyah, 1997).
Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempat sepanjang perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat produksi berlebihan cairan serebrospinal dianggap sebagai proses yang intermitten setelah suatu infeksi atau trauma. Ini dapat terjadi kelainan yang progresif pada anak – anak yang disebabkan oleh papyloma pleksus dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995).
Pembagiaan hydrocephalus pada anak dan bayi
Hydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Kongenital
Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan dalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.



b. Non Kongenital
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya yaitu penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.

Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian teganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial sehingga perbedaan antara hydrocephalus kongenital dan hydrocephalus non kongenital terletak pad pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.

Berdasarkan letak obstruksi CSF hydrocephalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam 2 bagian yaitu :
a. Hydrocephalus Komunikan (kommunucating hydrocephalus)
Pada hydrocephalus Komunikan obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan.
b. Hydricephalus Non komunukan (nonkommunican hydrocephalus)
Pada hydrocephalus nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF.
Biasanya gangguan yang terjadi pada hydrocephalus kongenital adalah pada sistem ventikel sehingga terjadi bentuk hydrocephalus nonkomunikan.

2. Anatomi dan fisiologi
Sistem persarafan terdiri dari otak, medula spinalis, dan saraf perifer. Struktur – struktur ini bertanggung jawab untuk kontrol dan koordinasi aktivitas sel tubuh melalui impuls – impuls elektrik. Perjalanan impuls – impuls tersebut berlangsung melalui serat – serat saraf dan jaras – jaras secara langsung dan terus menerus.
a. Anatomi otak
b. Meningen
Di bawah tengkorak, otak dan medula spinalis ditutup 3 membran atau meningen. Komposisi meningen berupa jaringan serabut penghubung yang melindungi, mendukung dan memelihara otak. Meningen terdiri dari duramater, arachnoid, dan piamater.
1) Duramater
Lapisan paling luar, menuutup otak dan medula spinalis. Sifat durameter liat, tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu abu. Bagian pemisah duramater yaitu falx serebri yang memisahkan kedua hemisfer di bagian longitudional dan pentorium, yang mirip lipatan dari durameter yang membentuk jaring - jaring membran yang kuat. Jaring ini mendukung hemisfer dengan bagian bawah otak (fossa posterior). Jika tekanan dalam rongga otak meningkat jaringan otak tertekan ke arah tentorium atau berpindah ke bawah, keadaan ini disebut herniasi.
2) Arachnoid
Merupakan membran bagian tengah, bersifat tipis, dan lembut ini menyerupai sarang laba - laba, oleh karena itu disebut arachnoid. Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding arachnoid terdapat pleksus koroid, yang bertanggung jaawab memproduksi cairan serebrospinal atau CSF. Membran yang mempunyai bentuk seperti jari tangan ini disebut arachnoid vilii yang mengabsorpsi CSF pada usia dewasa normal, CSF diproduksi 500 ml /hari tetapi 150 ml diabsorpsi ke vilii. Vilii mengabsorpsi CSF juga pada saat darah masuk ke dalam sistem (akibat trauma, pecahnya aneurisma, dan stroke) dan mengakibatkan sumbatan. Bila vilii arachnoid tersumbat (penigkatan ukuran ventrikel) dapat mengakibatkan hydrocephalus.
3) Piamater
Membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan, yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.(brunner & sudarth 2002,hal 2074)


c. Fisiologi cairan cerebro spinal
Cairan CSF adalah cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007 diproduksi dalam ventrikel dan bersirkulasi di sekitar otak dan medulaspinalis melalui sistem ventrikuler. Ventrikel ini terdiri dari 4 ventrikel yaitu ventrikel lateral kanan, kiri, ventrikel ke tiga dan ventrikel ke empat. Kedua ventrikel lateral keluar ke ventrikel ke tiga dan foramen antara ventrikular dan foramen monroe. Ventrikel ke tiga dan ke empat berhubungan melalui saluran silvyus. Ventrikel ke empat menyuplay CSF ke ruang subarachnoid dan turun ke medula spinalis pada permukaan daerah dorsal. CSF diproduksi di dalam pleksus koroid pada ventrikel lateral ke tiga dan ke empat. Sistem ventrikular dan subarchnoid mengandung kira kira 150 liter air, 15- 25 ml dari CSF terdapat masing - masing di ventrikel lateral.
Secara organik dan nonorganik, kandungan CSF sama dengan plasma tapi mempunyai perbedaan konsentrasi. CSF mengandung protein, glukosa dan klorida juga mengandung imunoglobulin. Secara normal CSF mempunyai sedikit sel-sel darah putih dan tidak mengandung sel darah merah. CSF kembali ke otak dan kemudian disirkulasi mengitari otak, dimana ini diabsorpsi melalui vilii arachnoid dan vilii arachnoid bercampur dengan darah vena di dalam sinus sagitalis superior. (Brunner & Sudarth ,2002,hal 2080).

Ventikel lateralis - foramen monroe - ventrikel ke tiga – menuju aquaduktus sylvius - ventrikel ke empat – foramen luscka dan magendie – rongga subarachnoid.



Fungsi CSF adalah :
a. Berfungsi sebagai cairan buffer yaitu membentuk bantalan pelindung terhadap jaringan otak.
b. Bertindak sebagai reserfoar untuk mengatur si kranium jika volume otak atau volume darah meningkat. Mis. Pada tumor otak dan hidrasi yang berlebihan maka CSF mengalami drainase, jika otak menciut, maka lebih banyak cairan akan di tahan.
c. Di duga bertindak sebagai medium pertukaran zat makanan dalam susunan saraf dan bahan buangan dari sel saraf di eksresi ke dalam CSF.
Kandungan CSF
Berat jenis : 1,007
pH : 7.31
Chlorida : 110 – 130 MEQ/L atau 700 – 750 mg %/100 cc
Glukosa : 60 – 80 / 100 ml
Tekanan : 50 – 200 mm
Vol. Total : Dewasa : 90 – 150 ml
Anak umur 8 – 10 thn : 100 – 140 ml
Bayi : 40 – 60 ml
Neonatus : 20 – 30 ml
Total protein : 15 -45 mg/100 ml  lumbal
10 – 25 mg/100 ml  sisterna
0 – 5 mg/ 100 ml  ventrikel
3. Etiologi
Hydrocephalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSF pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSF dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSF di atasnya. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinik ialah foramen Monroe, foramen Luscka dan Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis. Teoritis pembentukan CSF yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hydrocephalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus korodialis. Contoh lain ialah terjadinya hydrocephalus setelah operasi koreksi daripada spina bifida dengan meningokel akibat berkurangnya permukaan untuk absorpsi. Penyebab penyumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak adalah kelainan bawaan (kongenital), infeksi, neoplasma, dan perdarahan.

a) Kelainan bawaan(kongenital)
1. Stenosus aquaduktus Sylvii
Merupakan penyebab yang terbanyak pada hydrocephalus bayi dan anak (60 – 90 %). Aquaduktus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hydrocephalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan – bulan pertama setelah lahir.
2. Spina bifida dan kranium bifida
Hydrocephalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan syndrom Arnold – Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
3. Sindrom Dandy – Walker
Merupakan arestesia kongenital foramen Lusckha dan mangendie dengan akibat hydrocephalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fossa posterior.
4. Kista arachnoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul trauma sekunder suatu hematoma.
5. Anomali pembuluh darah
Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hydrocephalus akibat aneurisma arterio – vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus transversus dengan akibat obstruksiaquaduktus.
b) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSF tergnaggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvii atau sisterna basalis. Lebih banyak hydrocephalus terdapat pasca menigitis. Pembesarran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologisnya terlihat penebalan jaringan piamater dan arachnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningits serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada menigitis purulenta lokalisasinya lebih besar.
c) Neoplasma
Hydrocephalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSF. Pengobatan dalam hal ini ditunjukkan kepada penyebabbya dan apabila tumor tidak mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSF melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringoma.
d) Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan serebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomenigen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.


4. Patofisiologi
Ada tiga faktor yang menyebabkan hydrochepalus yaitu infeksi, perdarahan dan neoplasma.
Ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapan dapat terjadi perlahan atau progresif, menyebabkan ventrikel melebar, kemudian menekan jaringan otak sekitarnya. Tulang tengkorak bayi di bawah dua tahun yang belum menutup akan memungkinkan kepala bayi membesar. Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak dan selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya khususnya pusat – pusat saraf yang vital.
Hydrochhepalus internal menyebabkan peningkatan tekanan intraventrikuler dan pembesaran sistem ventrikuler. Mantel serebral ( meningen ) terengang dan menipis. Sentrum oval talamus dan ganglia basal tertekan. Akson kortikospinal tertekan dan teregang, serta mielinasinya terganggu. Giri hemisfer serebral mendatar dan vaskular terenggang. Septum peludisum menjadi tipis, dan dasar tengkorak rongga subarachnoid serta sisterna di luar hemisfer serebral berdilatasi, umumnya dengan tidak mengindahkan jenis dari hydrochepalus. Nekrosis subependimal serta edema akibat pendataran dan robeknya lapisan ependimal serta pembesaran ruang extraseluler.
Secara klinis peninggian tekanan intraventrikuler, volume CSS, dan ukuran ventrikel menimbulkan kelainan berikut : pembesaran kepala, penonjolan fontanela separasi future, tanda sunset eye, scalp yang mengkilap, dilatasi vena scalp, strabismus convergen/divergen, tangis yang high pitched, dan kegagalan untuk berkembang.
5. Manifestasi klinis
a. Pada bayi
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanella menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :
a) Muntah
b) Gelisah
c) Menagis dengan suara meninggi
d) Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan
4. Peningkatan tonus otot ekstremitas
5. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas
6. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sklera terlihat seolah – olah di atas iris
7. Bayi tidak dapat melihat ke atas (“sunset eyes”)
8. Strabismus, nystagmus, atropi optik
9. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas
b. Pada anak yang telah menutup suturanya
Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Letargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5. Penglihatan ganda, konstruksi penglihatan perifer
6. Strabismus
7. Perubahan pupil

6. Pemeriksaan diagnostik
Selain dari manifestasi klinis, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hydrocephalus dilakukan pemeriksaan – pemeriksaan penunjang seperti :
a) Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui :
1. Hydrocephalus tipe kongenital/infantile yaitu ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda – tand peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa impressio digitate atau erosi prosessus klionidalis posterior.
2. Hydrocephalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
b) Transilmulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanella masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai yaitu lampu senter yang dilengkapi rubber adaptor. Pada hydrocephalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1 – 2 cm.

c) Lingkaran kepala
Diagnosis hydrocephalus pada bayi dapat dicurigai jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis – garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2 – 4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal, hal ini disebabkan karena hydrocephalus terjadi setelah penutupan sutura secara fungsional.
Tetapi jika hydrocephalus telah ada sebelum penutupan sutura kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
d) Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanella anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar, karena fontanellanya sudah menutup maka untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit dan mempunyai resiko tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
e) Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanella anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan sistem ventrikel melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hydrocephalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel. Hal ini disebabkan karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
f) CT Scan kepala
Pada hydrocephalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari pada occipital horns pada anak yang sudah besar. Ventrikel IV ukurannya kadang normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hydrocephalus komunukans, gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarachnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
g) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan mengggunakan teknnik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

7. Penatalaksanaan
Penanganan hydrocephalus masuk pada kategori “live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabakan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hydrocephalus harus dipenuhi, yakni :
a. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau prmbedahan atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
b. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebro spinal dengan tempat absorpsi yaitu menghubungkan ventrikel dan subarachnoid.

c. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ eksternal, yaitu :
1) Drainase venttrikule – peritoneal
2) Drainase Lombo – Pleural
3) Drainase Ventrikulo – pleural
4) Drainase Ventrikulo – uretrostomi
5) Drainase ke dalam anterium mastoid
6) Mengalirkan cairan serebro spinal ke dalam vena jungularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang menungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang di anggap terbaik namun kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
d. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah dibius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selangan pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, rongga perit dibuka lalu ditanam selang pintasan. Antara ujung selang di kepala dan perut dihubungkan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
e. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, dan tidak mudah putus.
Pemberian obat – obatan misalnya :
 Deksametason sebagai pengobatan antiedema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
 Pengobatan antiedema, larutan hipertonitis, yaitu manitol 20% atau glukosa 40% atau gliserol 10%.
 Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metridinasol.
 Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infus dekstrose 5%, 2 – 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

8. Komplikasi
Menurut prasetyo (2004), komplikasi hydrocephalus yaitu :
a. Peningkatan TIK
b. Pembesaran kepala
c. Kerusakan otak
d. Meningitis, ventrikulsris, abses abdomen
e. Ekstremias mengalami kelemahan, ikoordinasi, sensibilitas kulit menurun
f. Kerusakan jaringan saraf
g. Proses aliran darah terganggu



B. Konsep dasar keperawatan
1. Pengkajian
a) Pengkajian persistem pada klien hydrocephalus yaitu :
a. B1 (breath)
Perubahan pada sistem pernafasan berhubungan dengan inaktivitas. Dari beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari sistem ini akan didapatkan hal – hal sebagai berikut :
 Inspeksi umum. Apakah di dapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Terdapat retraksi klavikula/ dada, pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai penuh atau tidak penuh dan kesimetrisannya. Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : retraksi dari otot – otot interkostal, substernal, pernafasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas ini dapat terjadi jika otot – otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada.
 Palpasi. Taktil premitus biasanya seimbang kanan dan kiri.
 Perkusi. Resonan pada seluruh lapangan paru.
 Auskultasi. Bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi, stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien hydrocephalus dengan penurunan tingkat kesadaran.
b. B2 (blood)
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradichardi merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat menunjukkan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukkan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda – tanda awal dari suatu syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang pelepasan antidiurtik hormon yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan merangsang menigkatnya konsentrasi elektrolit sehingga menimbulkan resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada sistem kardivaskuler.


c. B3 (brain)
Hydrocephalus mengakibatakan berbagai defisit neurologis terutama disebabakan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya peningkatan jumlah CSF dalam sirkulasi ventrikel. Pengkajian ini merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajiAan pada sistem lainnya.
Kepala terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal ini diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala suboksipito bregmatikus dibandingkan dengan lingkar dada dan angka normal pada usia yang sama. Selain itu pengukuran berkala lingkar kepala yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari normal. Ubun – ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol. Dahi tampak melebar dengan kulit kepala yang menipis, tegang, dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala.
Sutura tengkorak belum menutup dan teraba melebar. Didapatkan pula cracked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi kepala. Bola amta terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang supraorbita. Sklera tampak di atas iris sehingga iris seakan – akan matahari yang akan terbenam atau “sunset sign”.
Pengkajian tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan dalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan.
Pengkajian fungsi serebral.
 Status mental. Pada bayi dan anak - anak pemeriksaan ni tidak dilakukan.
 Fungsi intelektual. Pemeriksaan fingsi intelektual disesuaikan antara usia dan tumbuh kembang anak yaitu sering di dapatkan penurunan dalam perkembangan inelektual anak dibandingkan dengan perkembangan anak normal sesuai tingkat usianya.
 Lobus frontal. Pada klien bayi dan anak – anak disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
Pengkajian saraf kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I – XII.
o Saraf I. Pada beberapa keadaan hydrocephalus yang menekan anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/ anosmia unilateral atau bilateral.
o Saraf II. Pada anak yang agak besar mun gkin terdapat edema pupil saraf otak II pada pemeriksaan funduskopi.
o Saraf III, IV, VI. Tanda dini herniasi tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran. Paralisis otot – otot okular akan menyusul pada tahap berikutnya. Perubahan gerakan bola mata, penurunan luas lapangan pandang. Konvergensi sedangkan alis mata dan bulu mata ke atas, tidak bisa melihat ke atas. Strabismus, nystagmus, atropi optik sering didapatkan pada anak dengan hydrocephalus.
o Saraf V. Pada abeberapa keadaan hydrocephalus menyebabakan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah dan menetek.
o Saraf VII. Persepsi pengecapan mengalami perubahan.
o Saraf VIII. Biasanya tidak didapatkan adanya perubahan fungsi pendengaran.
o Saraf IX, X. Kemampuan menelan kurang baik, kesulitan membuka mulut.
o Saraf XI. Mobilitas klien kurang baik karena besarnya kepala menghambat mobilitas leher klien.
o Saraf XII. Indera pengecapan mengalami perubahan.
d. B4 (bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal. Pada hydrocephalus tahap lanjut klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan kemampuan untuk menggunakan sistem perkemihan karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang – kaddang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, serta mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menujukkan adanya dehidrasi. Pemeriksaan bising usus untuk menilai keberadaan dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralisis ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
f. B6 (bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik umum, pada bayi disebabkan pembesaran kepala sehingga mengganggu mobilitas fisik secara umum. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit: warna kebiruan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobin atau syok. Pucat, sianosis pada klien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Pada klien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas terlihat. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukkan adanya demam dan infeksi. Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralisi/hemiplegi, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

2. Diagnosa
Diagnosa yang bisa muncul yaitu :
1) Gangguan perfusi jaringan serebral b/d peningkatan tekanan intrakranial.
2) Gangguan kebututhan nutrisi dan cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake makanan
3) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penigkatan tekanan intrakranial.

3. Intervensi
1) Gangguan pefusi jaringan serebral b/d peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
1. Amati adanya bukti – bukti peningkatan TIK (perubahan kesadaran, muntah, nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, kejang, bradichardii, nafas lambat dan tidak teratur), lapor dengan segera bila ada
R/: Hal ini sangat penting dalam mencegah bahaya ataupun komplikasi yang dapat mengancam jiwa.
2. Observasi TTV (TD, nadi, pernafasan dan suhu)
R/: Perubahan TTV klien pasca bedah dapat memberikan gambaran komplikasi, prognosis penyakit yang jelek.
3. Pantau drainase cairab serebrospinal pasca bedahdenganccara monitor ukuran tonjolan ubun – ubun, ukur lingkar kepala / hari
R/: Drainase cairan serebrospinal yang berlebihan dapat dicurigai terjadinya kerusakan otak yang progresif serta membantu dalam mengambil tindakan lanjutan.
4. Letakkan kepala dalam posisi yang ditinggikan 150 - 300
R/: Menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase dan sirkulasi/ perfusi serebral.
5. Cegah terjadinya mengedan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus – menerus)
R/: Manuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar resiko terjadinya perdarahan.
6. Ciptakan lingkungan yang tenang. Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas perawatan, dan batasi lamanya tiap prosedur.
R/: Aktivitas/ stimulasi yang kontinue dapat meningkatakan TIK.
7. Penatalaksanaan pemberian terapi luminal sesuai program medik (luminal 3 x 1)
R/: Terapi luminal mengandung zat penenang yang dapat membantu menurunkan aktivitas kejang.
2) Gangguan kebutuhan nutrisi dan cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake makanan
Intervensi :
1. Kali jenis makanan yang disukai anak dan makanna yang tidak merangsang muntah
R/: agar mudah memilih dan menyajikan makanan
2. Berikan makanan sedikit tapi sering
R/ untuk menjaga kestabilan berat badan agar tidak turun drastis dan juga tidak mual
3. Menyajikan makanan selagi hangat
R/ dengan menyajikan makanan selagi hangat menambah nafsu makan pasien
4. Bantu dan dampingi klien saat makan
R/: untuk memberi dukungan dan dorongan pada klien.
5. Kolaborasi untuk memberikan cairan IV line
R/ pemberian cairan melalui intravena untuk menambah nutrisi dan cairan karena pasien mual dan muntah

3) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penigkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
1. Observasi dengan cermat adanya tanda – tanda penigkatan TIK (perubahan kesadaran, muntah, nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, kejang, bradichardii, nafas lambat dan tidak teratur)
R/ : untuk mencegah keterlambatan tindakan.
2. Lakukan pengkajian neurologis dasar pada pra operasi.
R/ : sebagai pedoman untuk pengkajian pasca operasi dan evaluasi fungsi pirau.
3. Hindari pemasangan infus intravena di vena kulit kepala bila pembedahan akan dilakukan.
R/ : karena prosedur akan mempengaruhi sisi IV.
4. Posisikan anak sesuai ketentuan ( tempatkan pada sisi yang tidak di operasi).
R/ : untuk mencegah tekanan pada katup pirau.
5. Tinggikan kepala tempat tidur jika diinstruksikan.
R/ : untuk meningkatkan aliran gravitasi melalui pirau.
6. Hindari sedasi
R/ : karena tingkat kesadaran adalah indikator penting dalam peningkatan tekanan intrakranial.
7. Ajari keluarga tentang tanda – tanda penigkatan TIK dan kapan harus memberei tahu praktisi keperawatan.
R/ : mencegah keterlambatan tindakan.



BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Jumlah cairan serebrospinal (CSF) dalam rongga serebrospinal yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf. Keadaan ini disebut hydrocephalus yang berarti “kelebihan air dalam kubah tengkorak”. Jadi, hydrocephalus dapat diakibatkan oleh pembentukan cairan berlebihan oleh pleksus koroideus, absorpsi yang inadekuat, atau obstruksi aliran keluar pada salah satu ventrikel atau lebih.
Ada dua jenis hydrocephalus : nonkomunikans, yaitu aliran cairan dari sistem ventrikel ke ruang subarachnoid mengalami sumbatan dan komunikans yaitu tidak ada sumbatan. Sindroma klinis yang berhhubungan dengan dilatasi yang progresif pada sistem ventrikuler serebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi. CSF yang ada menigkatkan kecepatan absorpsi oleh vilii arachnoid. Akibat berkelebihannya cairan serebrospinal dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya cairan. Penyebab penyumbatan aliran CSF yang sering terjadi pada bayi dan anak adalah kelainan bawaan(kongenital), infeksi, neoplasma, dan perdarahan.
2. Saran
Sebagai penulis pemula kami sadar sepenuhnya bahwa makalah kami ini di dalamnya masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun penulisan, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan sebagai perbaikan untuk penulisan berikutnya. Kami juga menyarankan kepada pembaca untuk membuat makalah yang sejenis.

3 komentar: